Desain Pengembangan Model KTSP - Bang Ilmiah

Breaking

Bang Ilmiah

(tempatnya gudang ilmu)

Subscribe Us

ads header

Selasa, 29 November 2016

Desain Pengembangan Model KTSP

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Landasan Yuridis

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.504. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan berbagai keragaman. Keragaman yang menjadi karakteristik dan keunikan Indonesia antara lain geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana, latar belakang dan kondisi sosial budaya, dan keragaman lainnya yang terdapat di setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antardaerah dalam rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan kehidupan masyarakat di setiap daerah.

Terkait dengan pembangunan pendidikan, masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Kurikulum sebagai jantung pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik di masa kini dan masa mendatang.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
1.    Pasal 36 ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
2.    Pasal 36 ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
3.    Pasal 38 ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
4.    Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan:
5.    Pasal 77A ayat (1) menyebutkan bahwa Kerangka Dasar Kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
6.    Pasal 77A ayat (2) menyebutkan bahwa Kerangka Dasar Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai: a. acuan dalam Pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional; b. acuan dalam Pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah; dan c. pedoman dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
7.    Dari amanat undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut ditegaskan bahwa:
8.    Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi, untuk melakukan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan ciri khas potensi yang ada di daerah serta peserta didik;
9.    Kurikulum dikembangkan dan diimplementasikan pada tingkat satuan pendidikan.
10. Kurikulum operasional yang dikembangkan dan diimplementasikan oleh satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Keberadaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah hasil pemikiran reformasi dalam dunia pendidikan pada masa awal pemerintahan Reformasi. Pemikiran tersebut dituangkan dalam naskah reformasi pendidikan oleh tim pengembang Reformasi Pendidikan dan kemudian dijadikan dasar oleh DPR untuk mengembangkan undng-undang baru mengenai pendidikan. Dari kegiatan pengembangan undang-undang antara tim DPR (waktu itu Komisi IX) dan tim yang dibentuk oleh Balitbang lahirlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pemikiran baru yang reformatif banyak dikemukakan dalam UU nomor 20 tahun 2003 tersebut antara lain mengenai kurikulum tingkat satuan pendidikan dan pendidikan berdasarkan standar. Dalam Bab IX tentang Kurikulum Pasal 36 Ayat (1) mengatakan “Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional” sedangkan Ayat (2) meyebutkan ‘Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidika dikembangkan dengan prinsip  diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikn, potensi daerah, dan peserta didik”. Penjelasan Pasal 36 yat (2) mengatakan “Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah”. Kemudian pada Pasal 38 disebutkan (1)Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah”.Landasan Teoritik (pengembangan potensi peserta didik sebagai pribadi, warga masyarakat dan warganegara).

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai pasal-pasal tersebut ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Pada tahun 2005 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional  dan kemudian disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013. Dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003, Pasal 77a Ayat 2.c menyebutkan Kerangka dasar Kurikulum yang dikembangkan di tingkat nasional menjadi “pedoman dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”. Selanjutnya dinyatakan bahwa Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional.

Dalam dokumen ini dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup:
  • kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalampenyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,
  • beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
  • kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan
  • kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikanjenjang pendidikan dasar dan menengah.

B.       Landasan Teoritik

Sebagai suatu program yang secara langsung menerapkan kaedah-kaedah pendidikan, kurikulum dirancang untuk melayani kebutuhan peserta didik, masyarakat, bangsa, dan ummat manusia.Dengan fungsi yang demikian maka kurikulum tidak hanya semata melayani kepentingan peserta didik, kepentingan masyarakat di sekitar yang dilayani kurikulum tetapi juga kepentingan bangsa dalam mempersiapkan warganegara yang diinginkan oleh tujuan Pendidikan nasional.Kurikulum tidak lagi terkungkung oleh kepentingan peserta didik karena peserta didik harus hidup dalam suatu lingkungan masyarakat sehingga kepentingan peserta didik harus sesuai dengan kepentingan masyarakat.Kurikulum tidak juga terbatas pada upaya untuk memenuhi kepentingan masyarakat tetapi juga kepentingan bangsa karena masyarakat adalah bagian dari suatu bangsa.Dengan gerakan globalisasi yang menentukan banyak aspek kehidupan seseorang, masyarakat dan bangsa maka kurikulum tidak lagi terbelenggu oleh kepentingan bangsa yang tertutup tetapi warganegara yang dapat mengembangkan kehidupan dirinya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warganegara, dan ummat manusia.

Globalisasi telah merubah kebijakan pendidikan di Inggris (England) dari pengembangan kurikulum berbasis sekolah menjadi kurikulum nasional pada akhir abad ke-20.Pada decade pertama abad ke-21, tahun 2008, Australia telah mengubah kebijakan pengembangan kurikulum dari sepenuhnya berbasis sekolah (school-based curriculum) dengan memperkenalkan Australian National Curriculum.Pertimbangan utama adalah kelemahan kurikulum berbasis sekolah dalam mengembangkan kepentingan nasional dan terancamnya kepentingan nasional dalam menghadapi kehidupan antar negara dan bangsa yang dipicu oleh globalisasi.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bukan Kurikulum Berbasis Sekolah (School-based Curriculum).Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagian dari kurikulum nasional.Pemikiran-pemikiran yang dikemukakan dalam Landasan Yuridis memperlihatkan dengan jelas bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang menjadi muara dari kurikulum nasional, daerah, dan sekolah.Ini adalah sebuah model pengembangan kurikulum yang maju dan dapat dikatakan inovasi Indonesia dalam pengembangan kurikulum.Dengan adanya kurikulum nasional, daerah, dan sekolah maka kepentingan peserta didik, masyarakat, bangsa dan umat manusia dapat dikembangkan kurikulum di Indonesia.Kesatuan dalam paradigma pengembangan kurikulum di jenjang satuan pendidikan tidak boleh dilepaskan ketika satuan pendidikan mengembangkan kurikulum untuk satuan pendidikannya.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum yang dikembangkan atas paradigma untuk memenuhi kepentingan setiap pemegang kepentingan.Oleh karena itu KTSP bukan hanya masalah teknis tetapi terlebih-lebih merupakan aplikasi dari hal-hal yang bersifat teoretik, pedagogik, didaktik, sosiologis, kultural, dan kebangsaan.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan perwujudan prinsip diversifikasi. Perwujudan prinsip ini menempatkan KTSP sebagai medan terdepan pendidikan dalam meterjemahkan kepentingan peserta didik dan masyarakat dimana suatu satuan pendidikan berada. Sebagai bagian dari kurikulum nasional KTSP suatu satuan pendidikan perlu dikembangkan secara profesional oleh orang atau sekelompok orang yang memiliki wawasan pendidikanyang luas dan ketrampilan profesional dalam pengembangan kurikulum.

C.      Landasan Empirik

Menurut Wolpert (1986) Indonesia adalah negara kedua tertinggi dalam keragaman dalam sosial, budaya, dan ekonomi.Dalam ketiga aspek itu Indonesia berada di bawah India.Dalam konteks agama, geografis, dan alam Indonesia berada di atas India.Lingkungan geografis yang menjadi variable utama dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi sangat variatif.

Kenyataan empirik dalam keragaman ini menghendaki adanya paradigm pengembangan kurikulum yang sesuai.Dalam melayani kepentingan peserta didik dan masyarakat di sekitarnya, KTSP menjadi andalan sistem pengembangan kurikulum di Indonesia.Muatan nasional, local dan sekolah serta kebutuhan khusus peserta didik memberikan posisi KTSP sebagai kurikulum operasional yang amat penting.

1.         Sekolah sebagai Pusat Pengembangan Budaya dan Peradaban.

Budaya Indonesia atau kultur Indonesia adalah “Daya atau kapabilitas dari unsur-unsur intelektual, emosional, dan spiritual bangsa Indonesia yang berfungsi dalam meningkatkan harkat kemanusiaan bangsa Indonesia”.  Peradaban Indonesia adalah “Wujud/hasil/bukti tertinggi dari harkat kemanusiaan bangsa Indonesia.” Wujud tertinggi ini dapat dalam bentuk hasil karya terbaik dalam bidang kesenian, kesasteraan, ilmu pengetahuan, arsitektur dan bangunan, dan sebagainya (material); dan etika, tatakrama, disiplin nasional (behavioral). Pengembangan budaya dan peradaban Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui:
·         Pengamalan Pancasila (45 butir P4) secara komprehensif/kognitif.
·         Pengamalan nilai-nilai kultural nasional Indonesia (komprehensif/kognitif).
·         Metode internalisasi Nilai-nilai kultural nasional Indonesia (aplikasi/afektif).
·         Metode peningkatan/pengembangan “Daya intelektual, emosional, dan spiritual peserta didik dalam rangka mencapai perdaban Indonesia.

Berbicara tentang budaya sekolah berarti kita sedang berbicara tentang organizational culture atau corporate culture, yaitu membangun budaya organisasi. Masalah kita disini adalah: Bagaimana caranya membangun satu “budaya akademik,” atau satu “budaya sekolah,” di institusi-instituti pendidikan menengah Indonesia. Budaya sekolah seperti apa yang akan kita bangun? Budaya organisasi terdiri dari beberapa komponen:
·         Nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi di sekolah itu.
·         Persepsi para stakeholders tentang sekolah itu.
·         Visi, misi, dan tujuan institusi sekolah.
·         Strategi, rencana, dan program dalam rangka mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.
·         Struktur organisasi sekolah.
·         Peraturan-peraturan kerja baik dalam mencapai visi, misi dan tujuan, maupun dalam mengatur hubungan antara posisi-posisi dalam organisasi sekolah.

D.Tujuan

sebagai model yang dapat digunakan oleh satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai standar nasional pendidikan dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah dan sekolah pada jenjang pendidikan menengah


Pengembangan model kurikulum ini bertujuan untuk memberikan referensi bagi:
1.         kepala sekolah/madrasah dan tenaga pendidik dalam menyusun dan mengelola KTSP secara optimal di satuan pendidikan;
2.         dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dalam melakukan koordinasi dan supervisi penyusunan dan pengelolaan kurikulum di setiap satuan pendidikan; dan
3.         pemangku kepentingan bidang pendidikan dalam membantu penyusunan kurikulum.

D.      Produk yang Dihasilkan

Kegiatan ini menghasilkan  dokumen KTSP SMA dan SMK yang dijadikan sebagai model bagi satuan pendidikan lainya. Dokumen KTSP yang dimaksud adalah dokumen 1 dan dokumen 2. Dokumen 1 mencakup komponen-komponen sebagai berikut:

1.         Analisis konteks dan analisis kebutuhan sebagai rasional pengembangan KTSP
2.         visi, misi dan tujuan satuan pendidikan
3.         merumuskan pengelolaan struktur kurikulum nasional meliputi pemilihan system kelas mata pelajaran, tematik atau kelas klasikal, penetapan makna jumlah jam pelajaran suatu pelajaran dan beban belajarnya (kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri)
4.         merumuskan pengembangan dan pengelolaan kurikulum muatan lokal dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, situasi, serta karakteristik social budaya daerah
5.         menetapkan kriteria ketercapaian kompetensi atau ketuntasan belajar
6.         menetapkan kriteria ketercapaian kompetensi atau ketuntasan belajar, kenaikan kelas, dan kelulusan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran
7.         menetapkan model laporan pendidikan sesuai standar penilaian pendidikan
8.         menetapkan kalender pendidikan
9.         mengelola dan mendayagunakan buku teks pelajaran, buku panduan guru, silabus muatan local, dan silabus mata pelajaran lainnya (yang telah diperkaya)

Dokumen 2 berupa silabus (bagi sekolah yang menerapkan kurikulum 2006) dengan tujuan untuk memperkaya silabus yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, situasi, serta karakteristik social budaya daerah seperti menata ulang silabus pada semester yang sesuai; melengkapi kegiatan belajar, penilaian, dan sumber belajar yang perlu ditambahkan ke dalam silabus; serta menata ulang jumlah jam pelajaran pada silabus. Merumuskan komponen-komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, situasi, serta karakteristik social budaya daerah.

E.       Unsur yang Terlibat

Kegiatan ini melibatkan berbagai unsur, yaitu:

1.         Narasumber dari perguruan tinggi yang relevan
2.         Narasumber dan tim penyusun dari SMA dan SMK yang dijadikan sebagai sasaran pengembangan model
3.         Penyelengara kegiatan dari Dinas Pendidikan terkait
4.         Tim pengembang dan Tim Teknis dari dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan

F.       Langkah dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan

1. Penyusunan Desain

Aktifitas dimulai dengan presentasi konsep desain (pendahuluan, kajian teori, dan metodologi pelaksanaan kegiatan) oleh nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber. Kegiatan ini mencakup rancangan kegiatan, identifikasi berbagai karakteristik satuan pendidikan, peserta didik, dan daerahnya berdasarkan status sosial ekonomi, kemampuan dan potensinya, kebutuhan dan ciri-ciri atau karakteristik khas lainnya, untuk menetapkan fokus dan jumlah sasaran kegiatan.

Karena proses kegiatan membutuhkan partisipasi aktif berbagai pihak dan produk hasil akhir kegiatan akan digunakan oleh berbagai pihak sehingga paling efektif diselenggarakan di luar jam kerja.

Tempat kegiatan di kantor. Rincian peserta kegiatan adalah:
·      Tenaga teknis/struktural/fungsional dan penunjang sebanyak 20 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas dan dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran. Di antara jumlah tersebut terdapat praktisi/pendidik/dinas pendidikan 10 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas dan dikmen
·      Nara sumber 3 orang x 2 model dari Jakarta dan dlm Jawa dari unsur perguruan tinggi, unit kerja internal dan lintas kementerian, jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas dan dikmen, serta keahlian mata pelajaran, psikologi belajar, konten dan penilaian

2.     Kajian Konsep dan Kebutuhan Lapangan di satuan pendidikan

Kegiatan dimulai dengan penyusunan naskah bahan masukan dan presentasi konsep dan hasil analisis kurikulum oleh tim nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber. Kegiatan meliputi identifikasi masalah dan kebutuhan satuan pendidikan untuk memilih dan mengembangkan kurikulum yang lebih sesuai dengan karakteristik, potensi, kondisi geografis dan demografis, serta kebutuhan satuan pendidikan.  Hasil langkah kegiatan ini berupa data dan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan naskah model kurikulum.

Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·      Tenaga teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·      Tenaga teknis/penunjang/praktisi sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·      Praktisi/pendidik/dinas pendidikan daerah 25 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan, lembaga terkait lainnya.

3.     Penyusunan Kerangka dan Pengembangan Model di satuan pendidikan

Pengembangan model merupakan tahapan utama dalam penyusunan model kurikulum secara keseluruhan. Kualitas dan volume dalam kegiatan ini ditentukan oleh kuantitas dan kedalaman beban kompetensi dalam Standar Isi dan SKL, serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan real dari satuan pendidikan. Pengembangan dan penulisan setiap model dilaksanakan di tempat satuan pendidikan. Hasil langkah kegiatan ini berupa naskah awal model.

Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·      Tenaga teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber daerah melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber sebanyak 2 orang x 2 model provinsi mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran.
·      Praktisi/pendidik/dinas pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen, lembaga terkait lainnya.


4.          Review Model di satuan pendidikan

Kegiatan dimulai dengan penyusunan bahan review dan presentasi hasil analisis kurikulum yang telah dikembangkan oleh tim nara sumber. Draft awal naskah perlu direview kembali untuk dikaji, ditelaah dan disempurnakan agar lebih sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan karakteristiknya.

Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·      Tenaga teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·      Tenaga teknis/penunjang/ahli sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·      Praktisi/pendidik/dinas pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen, lembaga terkait lainnya.

5.         Ujicoba Model di satuan pendidikan

Model kurikulum merupakan model yang akan dijadikan acuan satuan pendidikan (sekolah) dalam menyusun kurikulum, silabus dan sarana pembelajaran dan juga mungkin akan diadaptasi atau diadopsi oleh satuan pendidikan lain. Sehingga model ini harus memenuhi kualitas dan fleksibel digunakan sebagai referensi oleh satuan pendidikan yang beragam kondisi, kebutuhan dan karakteristiknya secara meluas.

Kegiatan dimulai dengan penyusunan bahan masukan ujicoba dan presentasi konsep kurikulum, konsep implementasi kurikulum dan model penilaiannya oleh tim nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber. Model ini perlu dikaji, diuji kelayakannya oleh berbagai stakeholder, terutama yang akan menggunakan model ini. Untuk itu perlu dikaji dan diujicoba sesuai dengan karakteristik setiap model kurikulum, silabus mata pelajaran atau sarana pendukung pembelajaran yang dikembangkan. Langkah ujicoba model diperlukan untuk mendapatkan data, informasi dan masukan mengenai kelayakan model. Masukan hendaknya mewakili sebagian besar pengguna yang akan menggunakan model ini dari segi kondisi budaya, sosial ekonomi sekolah dan daerah, kebutuhan maupun ciri khas setiap sekolah. Ujicoba model di selenggarakan di tempat satuan pendidikan terpilih. Hasil langkah kegiatan ini berupa naskah masukan-masukan yang berkenaan dengan kelayakan implementasi model.

Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·           Tenaga teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·           Tenaga teknis/penunjang/ahli sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·           Praktisi/pendidik/dinas pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen, lembaga terkait lainnya.

6. Penelaahan dan Perbaikan Model di satuan pendidikan

Hasil pengembangan model tentu perlu telaah secara kualitatif maupun kuantitatif. Fokus penelaahan ditekankan, terutama untuk mendapatkan data penyempurnaan model agar lebih praktis, layak digunakan sebagai referensi bagi satuan pendidikan. Kegiatan dimulai dengan presentasi hasil telaah model kurikulum yang dikembangkan dan telah diujicoba oleh tim nara sumber dan penyusunan naskah final. Revisi model dilakukan untuk mengakomodasi masukan-masukan dari stakeholder dengan menggunakan kriteria yang dihasilkan berdasarkan analisis hasil pengembangan model dan pelaksanaan hasil ujicoba. Kegiatan diselenggarakan dengan melibatkan peserta setempat, tim kegiatan dan nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber. Hasil langkah kegiatan ini berupa Naskal model final yang sudah ditelaah dan diperbaiki.
Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·      Tenaga teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·      Tenaga teknis/penunjang/ahli sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·      Praktisi/pendidik/dinas pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan, lembaga terkait lainnya.

7.Penyusunan Laporan

Laporan pengembangan model mencakup deskripsi dari tahap identifikasi sampai diperoleh model yang telah disempurnakan. Kegiatan diselenggarakan peserta mewakili guru, kepala sekolah, komite sekolah, pengawas, dan unit utama terkait. Hasil langkah kegiatan ini berupa naskah laporan pengembangan model beserta lampirannya.

Karena produk hasil akhir kegiatan berupa naskah model final akan digunakan oleh berbagai pihak sehingga harus dilakukan editing/koreksi, pemeriksaan/verifikasi naskah, pengetikan, desain kulit, ilustrasi, proofreader, setting dan layout, dan penyeliaan naskah.
Tempat kegiatan di kantor. Rincian peserta kegiatan adalah:
·           Tenaga teknis/struktural/fungsional dan penunjang sebanyak 15 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas dan dikmen serta keahlian bahan kajian/mata pelajaran
·           Penyedia jasa/praktisi/pendidik yang profesional dalam percetakan untuk melakukan naskah CRC sebanyak 20 eksemplar x 2 model.

Matriks pelaksanaan kegiatan dan sifat biaya untuk menghasilkan output model kurikulum dan pembelajaran adalah sebagai berikut.

NO
KEGIATAN
BULAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
Penyusunan Desain












2
Kajian Konsep dan Kebutuhan Lapangan di satuan pendidikan












3
Penyusunan Kerangka dan Pengembangan Model di satuan pendidikan












4
Review Model di satuan pendidikan












5
Ujicoba Model di satuan pendidikan












6
Penelaahan dan Perbaikan Model di satuan pendidikan












7
Penyusunan Laporan













BAB II
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
A.       Pengertian

Permendikbud No. 61 Tahun 2014) tentang KTSP menyatakan bahwa :KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi Kurikulum. KTSP dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah, dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

Dalam menyusun KTSP, selain berkenaan dengan aspek teknis tetapi yang tak kalah pentingnya, kepala sekolah para guru perlu memiliki wawasan dan pemahaman yang benar dan luas mengenai Kurikulum 2013. Wawasan tersebut akan memandu kepala sekolah dan para guru dalam mengembangkan visi, misi, pengembangan mata pelajaran dan struktur. Wawasan itu akan menghasilkan visi dan misi yang jelas apa yang dimaksudkan (clarity), memiliki makna bagi sekolah (meaningfulness),   mungkin tercapai (feasible), dan menjadi kepedulian setiap anggota warga sekolah (pimpinan, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan tenaga administrasi).

Implementasi KTSP adalah dalam bentuk proses pembelajaran baik di kelas mau pun di lingkungan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan KTSP dimulai dengan pengembangan RPP, dilanjutkan dengan proses pembelajaran, pembinaan/konsultasi peserta didik, penilaian hasil belajar, kegiatan pengisian rapor dan pembagiannya, dan diakhir dengan evaluasi pelaksanaan KTSP. Evaluasi KTSP setiap semester merupakan masukan balik untuk evaluasi pencapaian visi dan misi. 

B.   Komponen KTSP

Komponen KTSP meliputi 3 dokumen.Dokumen 1 yang disebut dengan Buku I KTSP berisi sekurang-kurangnya visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan kalender pendidikan. Dokumen 2 yang disebut dengan Buku II KTSP berisi silabus dan dokumen 3 yang disebut dengan Buku III KTSP berisi rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun sesuai potensi, minat, bakat, dan kemampuan peserta didik di lingkungan belajar. Penyusunan Buku I KTSP menjadi tanggung jawab kepala sekolah/madrasah, sedangkan penyusunan Buku III KTSP menjadi tanggung jawab masing-masing tenaga pendidik.Buku II KTSP sudah disusun oleh Pemerintah.

1.         Dokumen I sekurang-kurangnya berisi :Visi, Misi, dan Tujuan:

Visi adalah cita-cita bersama pada masa mendatang dari warga satuan pendidikan, yang dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.

Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi rujukan bagi penyusunan program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu maksimal 4 (empat) tahun oleh setiap satuan pendidikan dengan mengacu pada karakteristik dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan, satuan pendidikan dapat melakukan evaluasi.

a.         Visi Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan visi serta mengembangkannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh satuan pendidikan berkaitan dengan visi satuan pendidikan, yaitu:
·      dijadikan sebagai cita-cita bersama warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang;
·      mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
·      dirumuskan berdasar masukan dari berbagai warga satuan pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan nasional;
·      diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;
·      disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
·      ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.

b.    Misi Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan misi serta mengembangkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan disusunya misi satuan pendidikan:
·           memberikan arah dalam mewujudkan visi satuan pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
·           merupakan tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
·           menjadi dasar program pokok satuan pendidikan;
·           menekankan pada kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh satuan pendidikan;
·           memuat pernyataan umum dan khusus yang berkaitan dengan program satuan pendidikan;
·           memberikan keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit satuan pendidikan yang terlibat;
·           dirumuskan berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
·           disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
·           ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di masyarakat.

c.         Tujuan Satuan Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tujuan satuan pendidikan:
·      menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);
·      mengacu pada visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat;
·      mengacu pada standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh satuan pendidikan dan Pemerintah;
·      mengakomodasi masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah;
·      disosialisasikan kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan.
C.   Muatan KTSP

Berdasarkan Permendikbud Nomor 61 Tahun 2014, KTSP memiliki muatan:Muatan Kurikulum pada Tingkat Nasional, Muatan Kurikulum pada Tingkat Daerah, Muatan Kekhasan Satuan Pendidikan, Muatan Keunggulan Lokal. Muatan KTSP terdiri atas muatan nasional dan muatan lokal. Muatan KTSP diwujudkan dalam bentuk struktur kurikulum satuan pendidikan dan penjelasannya.

1.    Muatan nasional

Muatan kurikulum pada tingkat nasional terdiri atas kelompok mata pelajaran A, kelompok mata pelajaran B, dan khusus untuk SMA/MA/SMK/MAK ditambah dengan kelompok mata pelajaran C (peminatan), termasuk bimbingan konseling dan ekstrakurikuler wajib pendidikan kepramukaan.

2.    Muatan lokal

Muatan lokal adalah salah satu muatan untuk KTSP. Pada jenjang pendidikan dasar, muatan local menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Pada jenjang pendidikan menengah, muatan local menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi. Tim pengembang kurikulum tingkat propinsi perlu melakukan analisis kebutuhan mengenai kualitas atau kemampuan apa yang harus dikembangkan setiap satuan pendidikan di wilayahnya. Misalkan,kemampuan bahasa daerah untuk suatu propinsi yang memiliki bahasa daerah yang digunakan sebagian terbesar penduduk propinsi tersebut. Kemampuan lain, misalkan, budaya tertentu yang menjadi ciri dari propinsi tersebut dan digunakan oleh sebagian besar penduduk propinsi.

Muatan lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan/atau satuan pendidikan dapat berbentuk sejumlah bahan kajian terhadap keunggulan dan kearifan daerah tempat tinggalnya yang menjadi: 1) bagian mata pelajaran kelompok B; dan/atau; 2) mata pelajaran yang berdiri sendiri pada kelompok B sebagai mata pelajaran muatan lokal dalam hal pengintegrasian tidak dapat dilakukan. Bimbingan konseling dapat diselenggarakan melalui tatap muka di kelas sebagai muatan kurikulum yang ditetapkan pada tingkat satuan pendidikan

Demikian pula halnya dengan kebutuhan tingkat kabupaten/kota. Mungkin saja apa yang diperlukan di suatu kabupaten/kota dalam budaya, sosial, ekonomi atau teknologi berbeda dari apa yang diperlukan propinsi. Di sebuah kabupaten yang jauh dari kota, kesulitan dalam transportasi, memiliki potensi kuat dalam pengembangan suatu aspek budaya, sosial, dan ekonomi maka ciri-ciri tersebut dapat dikembangkan menjadi materi/KD muatan local atau bahkan mata pelajaran muatan local. Pada jenjang yang berbeda tetapi dalam kondisi yang sama suatu satuan pendidikan dapat mengembangkan kajian tertentu yang diperlukan masyarakat di sekitar atau oleh peserta didik tertentu. Dalam suatu proyek UNDP di Lampung setiap satuan pendidikan mengembangkan tanaman dan ternak yang berbeda: ada yang menanam cabe, jahe, bawang putih, bawang merah tetapi ada juga yang mengembangkan peternakan kelinci, kambing bahkan sampai sapi. Penentuan apa yang dilakukan oleh satu satuan pendidikan didasarkan pada kebutuhan masyarakat setempat dan minat peserta didik. 

Muatan keunggulan lokal adalah muatan yang memanfaatkan keunggulan lokal yang menekankan pada aspek budaya, ekonomi, bahasa, ekologi, dan lain lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik. Muatan-muatan tersebut merupakan perwujudan dari konsep mengenai pelayanan yang perlu dilakukan suatu kurikulum.

D.   Pengaturan Beban Belajar dan Beban Kerja sebagai Pendidik

Beban belajar diatur dalam Sistem Paket atau Sistem Kredit Semester:

1.    Sistem Paket

Beban belajar dengan sistem paket sebagaimana diatur dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan merupakan pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester gasal dan genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada sistem paket terdiri atas pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 40% untuk SD/MI, maksimal 50% untuk SMP/MTs, dan maksimal 60% untuk SMA/MA/SMK/MAK dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan.

2. Sistem Kredit Semester

Sistem Kredit Semester (SKS) dapat diselenggarakan pada SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang terakreditasi A dari BAN S/M. Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks).

Beban belajar kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
·      Pada SMP/MTs 1 (satu) sks terdiri atas: 40 menit kegiatan tatap muka, 40 menit kegiatan terstruktur, dan 40 menit kegiatan mandiri.
·      Pada SMA/MA/SMK/MAK 1 (satu) sks terdiri atas: 45 menit kegiatan tatap muka, 45 menit kegiatan terstruktur, dan 45 menit kegiatan mandiri.

3. Beban Belajar Tambahan

Satuan pendidikan boleh menambah beban belajar berdasarkan pertimbangan kebutuhan belajar peserta didik dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang dianggap penting oleh satuan pendidikan dan/atau daerah, atas beban pemerintah daerah atau satuan pendidikan yang menetapkannya.

E.   Kalender Pendidikan

Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan.Kalender pendidikan merupakan pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.

1.    Permulaan Tahun Ajaran

Permulaan tahun ajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun ajaran pada setiap satuan pendidikan.

2. Pengaturan Waktu Belajar Efektif
·      Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun ajaran pada setiap satuan pendidikan, 
·      Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu yang meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan lain yang dianggap penting oleh satuan pendidikan, yang pengaturannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi daerah.

3. Pengaturan Waktu Libur

Penetapan waktu libur dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun daerah. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun ajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.

Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel berikut ini.

Tabel 1: Alokasi Waktu pada Kalender Pendidikan

NO
KEGIATAN
ALOKASI WAKTU
KETERANGAN
1.      
Minggu efektif  belajar reguler setiap tahun
(Kelas I-V, VII-VIII, X-XI)
Minimal 36 minggu
Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan
2.      
Minggu efektif semester ganjil tahun terakhir setiap satuan pendidikan (Kelas VI, IX, dan XII)
Minimal 18 minggu
3.      
Minggu efektif semester genap tahun terakhir setiap satuan pendidikan (Kelas VI, IX, dan XII)
Minimal 14 minggu
4.      
Jeda tengah semester
Maksimal 2 minggu
Satu minggu setiap semester
5.      
Jeda antarsemester
Maksimal 2 minggu
Antara semester I dan II
6.      
Libur akhir tahun ajaran
Maksimal 3 minggu
Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun ajaran
7.         
Hari libur keagamaan
Maksimal 4 minggu
Daerah khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
8.         
Hari libur umum/nasional
Maksimal 2 minggu
Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
9.         
Hari libur khusus
Maksimal 1 minggu
Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
10.      
Kegiatan khusus satuan pendidikan
Maksimal 3 minggu
Digunakan untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh satuan pendidikan tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif

F.    Acuan Konseptual

Secara konseptual, pengembangan KTSP mengacu kepada:

1.         Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh.KTSP disusun agar semua mata pelajaran dapat meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia.
2.         Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama
Kurikulum dikembangkan untuk memelihara dan meningkatkan toleransi dan kerukunan interumat dan antarumat beragama.
3.         Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI.Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
4.         Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Bakat, dan Minat sesuai dengan Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
Pendidikan merupakan proses holistik/sistemik dan sistematik untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, bakat, minat, serta tingkat perkembangan kecerdasan; intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
5.         Kesetaraan Warga Negara Memperoleh Pendidikan Bermutu
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang holistik dan berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan warga negara memperoleh pendidikan bermutu.
6.         Kebutuhan Kompetensi Masa Depan
Kompetensi peserta didik yang diperlukan antara lain berpikir kritis dan membuat keputusan, memecahkan masalah yang kompleks secara lintas bidang keilmuan, berpikir kreatif dan kewirausahaan, berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan pengetahuan kesempatan secara inovatif, mengelola keuangan, kesehatan, dan tanggung jawab warga negara.
7.         Tuntutan Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup.Oleh sebab itu, kurikulum perlu mengembangkan jiwa kewirausahaan dan kecakapan hidup untuk membekali peserta didik dalam melanjutkan studi dan/atau memasuki dunia kerja.Terlebih bagi peserta didik pada satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
8.         Perkembangan Ipteks
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana Ipteks sangat berperan sebagai penggerak utama perubahan.Pendidikan harus terus menerus melakukan penyesuaian terhadap perkembangan Ipteks sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan.Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ipteks.
9.         Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah serta Lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan karakteristik lingkungan.Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari.Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah dan lingkungan.
10.     Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional.Untuk itu, kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah dan nasional.
11.     Dinamika Perkembangan Global
Kurikulum dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan bangsa lain.
12.     Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkembangkan terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
13.     Karakteristik Satuan Pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi dan ciri khas satuan pendidikan.

G.       Prinsip Pengembangan

Prinsip pengembangan KTSP:
1.         Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya pada masa kini dan yang akan datang.
2.         Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan pada masa kini dan yang akan datang. Memiliki posisi sentral berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta didik.
3.         Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan kemampuan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
4.         Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarjenjang pendidikan.

H.       Prosedur Operasional

Prosedur operasional pengembangan KTSP sekurang-kurangnya meliputi:
1.    Analisis mencakup:
·      analisis ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kurikulum;
·      analisis kebutuhan peserta didik, satuan pendidikan, dan lingkungan; dan
·      analisis ketersediaan sumber daya pendidikan.
2.    Penyusunan mencakup:
·      perumusan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan;
·      pengorganisasian muatan kurikuler satuan pendidikan;
·      pengaturan beban belajar peserta didik dan beban kerja pendidik tingkat kelas;
·      penyusunan kalender pendidikan satuan pendidikan;
·      penyusunan silabus muatan atau mata pelajaran muatan lokal; dan
·      penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran setiap muatan pembelajaran.
3.    Penetapan dilakukan kepala sekolah/madrasah berdasarkan hasil rapat dewan pendidik satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah.
4.    Pengesahan dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

I.      Mekanisme Penyusunan KTSP

1.    Pengembangan
Pengembangan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan satuan pendidikan.Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja satuan pendidikan dan/atau kelompok satuan pendidikan yang iselenggarakan sebelum tahun ajaran baru.

Tahap kegiatan pengembangan KTSP secara garis besar meliputi: (1) penyusunan draf berdasarkan analisis konteks; (2) reviu, revisi, dan finalisasi; serta (3) pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim pengembang kurikulum satuan pendidikan.

Dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan koordinasi dan supervisi.

2.    Pelaksanaan

Pelaksanaan KTSP merupakan tanggung jawab bersama seluruh unsur satuan pendidikan yakni kepala sekolah/madrasah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

3.    Daya Dukung

Daya dukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP meliputi:
·         Kebijakan Satuan Pendidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP merupakan kewenangan dan tanggung jawab penuh dari satuan pendidikan. Oleh karena itu untuk dapat mengembangkan dan melaksanakan KTSP diperlukan kebijakan satuan pendidikan yang ditetapkan dalam rapat satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah baik langsung maupun tidak langsung.
·      Ketersediaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP merupakan proses perwujudan kurikulum yang sesungguhnya. Oleh karena itu tenaga pendidik merupakan unsur yang mutlak diperlukan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Selain itu tenaga kependidikan pada masing-masing satuan pendidikan sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan KTSP.
·      Ketersediaan Sarana dan Prasarana Satuan Pendidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP memerlukan dukungan berupa ketersediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan. Yang termasuk sarana satuan pendidikan adalah segala kebutuhan fisik, sosial, dan kultural yang diperlukan untuk mewujudkan proses pendidikan pada satuan pendidikan. Selain itu unsur prasarana seperti lahan, gedung/bangunan, prasarana olahraga dan prasarana kesenian, serta prasarana lainnya sangat diperlukan sebagai unsur penunjang yang memberikan kemudahan pelaksanaan KTSP.
J.    Pihak yang Terlibat

Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan KTSP antara lain :
1.    Tim pengembang kurikulum satuan pendidikan terdiri atas: tenaga pendidik, konselor dan kepala sekolah/madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan pengembangan KTSP, tim pengembang kurikulum satuan pendidikan dapat mengikutsertakan komite sekolah/madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait.
2.    Dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan koordinasi dan supervisi.






































BAB III.
IMPLEMENTASI PANANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER ANTIKORUPSI  MELALUI KTSP DI SATUAN PENDIDIKAN

A.        Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Antikorupsi melalui KTSP

Sekolah sebagai satuan pendidikan mempunyai makna bahwa setiap sekolah memiliki suatu komunitas yang diikat oleh kepentingan bersama, kepedulian bersama dan peraturan-peraturan dlam menjalankan fungsi pelayanan pendidikan kepada masyarakat sekitarnya. Konsep-konsep seperti sekolah sebagai “centre of excellence”, “centre of cultural development”, “centre of innovation” dan sebagainya menempatkan sekolah dalam fungsi satuan pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya. Dalam istilah-istilah itu terkandung harapan bahwa sekolah sebagai satuan pendidikan memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan masyarakat di sekitarnya.

Dalam pengertian yang demikian maka sekolah tidak boleh terpisah dari masyarakat dan perkembangan yang terjadidi masyarakat. Sekolah adalah lembaga yang hadir dalam interaksi dengan lembaga sosial-budaya-ekonomi dan aktif berperan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya (rekonstruksi sosial). Dengan perkataan lain, sekolah perlu memiliki program pendidikan (kurikulum) yang dapat mempersiapkan anggota masyarakat baru (peserta didik) yang memiliki kemampuan memperbaiki permasalahan yang ada dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Pendidikan antikorupsi merupakan  bagian dari pendidikan karakter.  Dengan kata lain, pendidikan antikorupsi adalah pendidikan karakter yang memberikan penekanan pada 9 nilai antikorupsi yang dikembangkan oleh KPK, yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, dan peduli. Kesembilan nilai tersebut menjadi bagian dari 18 nilai pendidikan karakter yang telah dikembangkan dan diimplementasikan sebelumnya di sekolah. Keterkaitan antara nilai-nilai pendidikan karakter dan nilai-nilai antikorupsi dibahas secara lebih rinci  pada bab IV. 

Sebagaimana halnya dengan pendidikan karakter,  pendidikan antikorupsi  bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan antikorupasi  merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Untuk itu, pendidikan antikorupsi  harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik (loving good ) atau moral feeling dan perilaku yang baik (moral action), sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik. 

Perilaku atau tindakan korupsi di samping akibat dari ketidaktahuan pelakunya terhadap dampak  tindakannya kepada  kehidupan masyarakat secara keseluruhan, juga menyangkut kebiasaan, sikap mental, dan adanya kesempatan, maka pencegahan berkembangnya sikap mental yang demikian harus dilakukan melalui proses enkulturasi atau pembudayaan. 

Dalam proses pembudayaan, di samping pembiasaan, hal terpenting lainnya adalah keteladanan dari pimpinan sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan sehingga pada gilirannya para peserta didik juga mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Dalam konteks inilah pendidikan antikorupsi diimplementasikan dalam bentuk internalisasi nilai-nilai antikorupsi kepada peserta didik melalui seluruh kegiatan sehari-hari di sekolah. Pendidikan antikorupsi dilakukan secara holistik dan menyeluruh melalui proses pembelajaran di kelas dan luar kelas, kegiatan keseharian peserta didik dan kegiatan belajar, integrasi ke dalam mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.

Penginternalisasian  nilai-nilai dapat diawali dengan penegakandisiplin berdasarkan aturan, kode etik, dan tata tertib sekolah secara konsisten kepada semua warga sekolah. Dengan kata lain, penegakan disiplin  tidak hanya berlaku ketat bagi peserta didik, tetapi juga bagi unsur pimpinan, manajemen, dan para pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai suri teladan bagi peserta didik.

Pembudayaan nilai-nilai antikorupsi juga dapat dilakukan dengan terus berkomitmen untuk selalu berlaku jujur, disiplin, dan bertangung jawab dalam segala hal, mulai dari penyelenggaraan manajemen, proses pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangka pengasuhan dan pembinaan kepada peserta didik, misalnya penilaian yang jujur, sportif dalam lomba, berani menolak segala bentuk pemberian hadiah yang akan mempengaruhi keputusan, jika ada ucapan terimakasih dari orang tua peserta didik kepada guru, hadiah tersebut disampaikan secara terbuka dan dikumpulkan oleh kepala sekolah untuk  kesejahteraan bersama.  

Dalam proses pembelajaran, jika eksistensi diri secara pedagogi sudah dipahami oleh para pendidik, orang tua, dan masyarakat, maka jadikanlah eksistensi diri itu sebagai dasar-dasar pendidikan agar dapat menguatkan jati diri setiap peserta didik. 

Harapannya peserta didik menjadi orang yang berbudaya integritas, yaitu orang-orang yang memiliki keselarasan antara pikiran, ucapan, tindakan, dan hati nurani. Upaya ini diiringi dengan  memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak-hak mereka dalam membangun kehidupan yang berintegritas dan bermartabat. Hal ini dapat terwujud apabila proses pendidikan dilakukan dengan pembelajaran yang bermakna dan mencerdaskan.

Para peserta didik harus betul-betul diyakinkan bahwa apa-apa yang mereka terima dalam pembelajaran adalah hal-hal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka nanti. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi  dengan kontrol diri yang kuat.  Ini berarti bahwa implementasi pendidikan anti korupsi pada dasarnya adalah upaya mengembalikan pendidikan pada fungsi yang sebenarnya, yaitu membangun kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif secara utuh. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh potensi melalui berbagai kegiatan pembelajaran misalnya simulasi, reflekuhan indra peserta didik melalui berbagai kegiatan seperti:  eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan pembiasaan yang dilaksanakan secara rutin, terprogram, dan spontanitas  di sekolah.  Melalui cara-cara itu energi aktif-positif yang muncul dari dalam diri peserta didik sebagai individu akan terbangunsecara kokoh dan solid. Itulah makna sejatinya pendidikan yang dapat menangkis budaya korupsi yang saat ini tumbuh merajalela. 

Berikut contoh tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh sekolah sehingga terhindar dari perbuatan tindak korupsi atau perbuatan lain yang mendorong munculnya kebiasaan korupsi.

Contoh Tindakan Pencegahan Terjadinya Tindakan Korupsi, Gratifikasi/Suap
Titik Rawan Terjadinya Tindakan Korupsi atau Tindakan Lain yang Mendorong Munculnya Perilaku Korupsi

Contoh Tindakan Pencegahan
Penyusunan, penetapan, dan pengesahan rencana kerja menengah dan tahunan sekolah
Semua pihak  terutama sekolah memiliki komitmen yang kuat untuk konsisten dengan aturan yang berlaku, berpegang teguh pada kode etik yang telah disepakati bersama dan  transparan dalam setiap tahapan proses mulai dari penyusunan, pembahasan,  penetapan rencana kegiatan, anggaransekolah, dan penyusunan pelaporannya
Proses pengadaan barang dan jasa  di sekolah
Semua pihak terutama panitia dan rekanan sama-sama berkomitmen untuk konsisten dengan aturan yang berlaku, memegang teguh kode etik pengadaan barang dan jasa, serta transparan dalam setiap tahapan proses pengadaan barang/jasa di sekolah
Penerimaan,  penempatan,  promosi, dan mutasi  pendidik dan tenaga kependidikan
Sekolah memiliki peraturan, tata tertib, dan kode etik dalam penerimaan, penempatan, promosi, dan mutasi pendidik dan tenaga kependidikan. Pertauran tersebut harus disampaikan secara terbuka sehingga mudah diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Semua pihak terutama pejabat terkait dan pendidik serta tenaga kependidikan yang bersangkutan sama-sama berkomitmen dan konsisten dengan aturan yang berlaku, memegang kode etik yang telah disepakati bersama,dan transparan dalam setiap proses termasuk yang berkaitan dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi

Pejabat yang berwenang harus konsisten dengan aturan, tata tertib, kode etik dan menggunakan  pertimbangan obyektif dalam memberikan tugas, serta tidak boleh pilih kasih
Penerimaan peserta didik baru, kenaikan kelas,  dan mutasi peserta didik
Sekolah menetapkan syarat-syarat, aturan, tata tertib dan kode etik yang yang harus dipenuhi oleh calon peserta didik baik yang mau masuk sebagai peserta didik baru ataupun pindahan dari sekolah lain.

Semua syarat-syarat, aturan, dan kode etik penerimaan peserta didik baru dan pindahan dari sekolah lain harus diumumkan secara terbuka dan informasinya mudah diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.

Syarat-syarat untuk kenaikan kelas dan penentuan kelulusan harus diumumkan secara terbuka dan menjadi kesepkatan bersama (kontrak belajar) antara pendidik dengan peserta didik dan orang tua sejak awal tahun pelajaran

Sistem administrasi dan pendokumentasian harus rapih dan tertib

Semua pihak, terutama kepala sekolah, pendidik dan tenaga pendidik  harus konsisten dalam menerapkan aturan sehingga terhindar dari penyimpangan

Penyampaian komitmen (pakta integritas) bersama untuk selalu konsisten pada aturan dalam setiap kegiatan
Kegiatan belajar mengajar
Pada setiap pembelajaran awal  di tahun pelajaran baru atau di semester baru, setiap pendidik menyampaikan tujuan dan sasaran pembelajaran, proses yang harus diikuti, serta berbagai tata tertib, kode etik yang harus ditaati bersama.

Semua pendidik harus merumuskan kontrak belajar bersama-sama dengan peserta didik pada setiap mengawali pembelajaran.

Para pendidik memberikan pelayanan yang adil  kepada setiap peserta didik (tidak boleh pilih kasih dengan alasan apapun)

Para pendidik selalu mengingatkan peserta didik  untuk mengutamakan sikap jujur, disiplin, kerja keras, dan bertanggung jawab dalam melakukan dan menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.

Pendidik berkomitmen untuk tidak mau menerima hadiah atau pemberian apapun dari orang tua peserta didik yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pendidik yang bersangkutan

Semua hadiah/sumbangan atau ucapan terimakasih dari orang tua peserta didik diterima secara resmi oleh kepala sekolah dan hadiah-hadiah itu dikumpulkan untuk  dikelola demi  kesejahteraan semua pendidik
Penyelenggaraan ujian (ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas; dan ujian sekolah serta ujian nasional)
Para pendidik harus berkomitmen untuk konsisten pada aturan-aturan yang berlaku sehigga  menutup kemungkinan bagi peserta didik untuk berbuat curang, seperti menyontek, menjiplak karya orang lain dan sebagainya.
Para pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk senantiasa jujur, disiplin, kerja keras, dan bertanggung jawab dalam mengerjakan ulangan, ujian dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya

Semua pendidik dan tenaga kependidikan berkomitmen untuk tidak menerima hadiah pemberian dalam bentuk apapun yang akan mempengaruhi keputusan pendidik terkait dengan pelaksanaan ulangan dan ujian

Proses kenaikan dan kelulusan peserta didik
Semua pihak di sekolah berkomitmen untuk konsisten menolak semua pemberian/hadiah/ucapan terimakasih sebelum semua proses selesai dilaksanakan, atau sebelum keputusan diambil.

Semua pihak terutama pendidik harus konsisten dan memegang teguh kode etik pemberian hadiah/ucapan terimakasih, misalnya hadiah diterima setelah semua proses sudah selesai dan  keputusan  sudah final,  hadiah tersebut dikumpulkan oleh kepala sekolah serta  digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan semua pendidik/tenaga kependidikan.

Pengawasan/supervisi dan monitoring sekolah
Semua pihak memiliki komitmen dan konsisten pada aturan yang berlaku, memegang teguh kode etik kepengawasan sehingga terhindar dari praktik-praktik korupsi, gratifikasi dan suap.

Pengawasan ataupun supervisi dilakukan secara terbuka dan obyektif
Penegakkan disiplin dan keteladanan
Semua pihak, terutama kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan berkomitmen untuk selalu datang lebih awal daripada peserta didik, baik pada saat kedatangan di sekolah, maupun pada saat masuk ke ruang kelas.

Mengingatkan peserta didik untuk selalu jujur, disiplin, bekerja keras, berpanampilan sederhana, berani mengakui kesalahan, minta maaf, dan siap menjadi teladan bagi teman, saudara, orang tua dan masyarakat di sekitar tempat tinggal.

Sebagai upaya pendukung terlaksananya tindakan pencegahan, semua  kegiatan harus diatur melalui peraturan yang berkekuatan hukum yang dijabarkan ke dalam aturan-aturan teknis berupa kode etik atau tata tertib yang harus disepakati dan ditaati oleh seluruh warga sekolah. Semua pihak  harus senantiasa saling mengingatkan untuk konsisten melaksanakan aturan, kode etik, dan tata tertib tersebut, salah satu contohnya  berani menolak segala bentuk pemberian yang mengarah pada gratifikasi yang berpotensi  terjadinya tindakan korupsi. Di samping itu, pada saat pembelajaran, guru harus senantiasa menanamkan dan membiasakan sikap jujur, kerja keras, dan tanggung jawab kepada peserta didik. Pada saat ujian, guru harus senantiasa secara konsisten untuk mencegah tindakan berbuat curang  (nyontek). Semua ini harus menjadi kebijakan dan komitmen bersama semua warga sekolah dan diumumkan/disosialisasikan secara terbuka kepada peserta didik serta para orang tua. Di luar itu semua, pelaksanaan manajemen terutama dalam hal pengelolaan keuangan, sarana dan prasarana serta pembinaan karir harus selalu terbuka atau transparan. 

Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan antikorupsi tidak dapat dipisahkan dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter menjadi “pondasi” bagi penyelenggaraan pendidikan antikorupsi. Pemikiran ini dapat digambarkan melalui diagram berikut:



















Berdasarkan alur pikir di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter (termasuk pendidikan antikorupsi)  yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain. Strategi tersebut mencakup: sosialisasi atau penyadaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, badan legislatif, media massa, dunia usaha,  dunia industri, dan pelaku kegiatan lainnya. 

·           Peran Satuan Pendidikan

Satuan pendidikan merupakan wahana pembinaan dan pengembangan kepribadian  yang dilakukan dengan menggunakan (a) pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, serta (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan pendidikan. Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. Salah satu kunci keberhasilan program pengembangan karakter pada satuan pendidikan adalah keteladanan dari para pendidik dan tenaga kependidikan. Keteladanan bukan sekadar sebagai contoh bagi peserta didik, melainkan juga sebagai penguat moral bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, penerapan keteladanan di lingkungan satuan pendidikan menjadi prasyarat dalam pengembangan karakter peserta didik. Dengan demikian, satuan pendidikan dapat menjadi agen pembawa perubahan (agent of change) di lingkunganya, mulai dari keluarga, tetangga, dan masyarakat luas.

·           Peran Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama di mana orang tua bertindak sebagai pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan. Peran keluarga sebagai  wahana pembelajaran dan pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berakhlak mulia yang tecermin dalam perilaku keseharian. Proses itu dapat dilakukan melalui komunitas keluarga dan partisipasi keluarga dalam pengelolaan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Pembentukkan kepribadian dalam lingkup keluarga dapat juga dilakukan kepada komunitas calon orang tua dengan penyertaan pengetahuan dan keterampilan, khususnya dalam pengasuhan dan pembimbingan anak.

·           Peran Masyarakat

Masyarakat merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab dan sebagainya  dapat diinternalisasi menjadi perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah, elit politik, dan dunia usaha/industri merupakan kelompok representatif dari masyarakat yang harus bersinergi mendukung keberhasilan pendidikan antikorupsi.

Pendidikan Antikorupsi bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda agar berbudaya integritas (antikorupsi) melalui berbagai kegiatan di sekolah termasuk penyelenggaraan manajemen, kegiatan pembelajaran dan pembiasaan  agar setiap individu memiliki kemampuan untuk menghindar, menolak, melawan, atau mencegah segala bentuk tindakan kecurangan dan tindakan lain yang mengarah pada tindakan korupsi. Secara khusus, pendidikan antikorupsi bertujuan untuk: 

·           Membangun kehidupan sekolah sebagai bagian dari masyarakat melalui penciptaan lingkungan belajar yang berbudaya integritas (antikorupsi), yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, peduli dan bermartabat (dignity);
·           Mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif  sebagai manusia  yang memiliki kepekaan hati  dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air, serta didukung oleh  wawasan kebangsaan yang kuat;
·           Menumbuhkan sikap, perilaku, kebiasaan yang terpuji sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
·           Menanamkan jiwa kepemimpinan yang profesional dan bertanggung jawab  sebagai generasi penerus bangsa;
·           Menyelenggarakan manajemen sekolah secara terbuka, transparan, profesional, dan bertanggung jawab.


B.   Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pendidikan Antikorupsi di Satuan Pendidikan

Sebagai kelanjutan dari jenjang sebelumnya, pada tingkat menengah, pendidikan antikorupsi bertujuan untuk membekali peserta didik dalam menuju proses pendewasaan diri secara individu. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik  yang menginjak masa remaja, hal penting yang menjadi penekanan adalah penyadaran terhadap tanggung jawab sebagai individu agar menjadi warga negara yang baik, amanah, mandiri, sehingga siap untuk dididik menjadi sumber daya manusia yang profesional, serta siap untuk  berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Mengutamakan mutu, menghagai prestasi, menjunjung tinggi harga diri namun tetap rendahati, adil/tidak diskriminatif, dan menghargai orang lain dalam membina pergaulan.

Sasaran utama dari Pendidikan Antikorupsi adalah lembaga  satuan pendidikan yang memiliki budaya antikorupsi. Lembaga satuan pendidikan.Budaya antikorupsi dimaksud diperlukan dalam rangka membangun generasi mendatang yang memiliki integritas sehingga mampu menolak korupsi meskipun ada kesempatan untuk melakukannya. 

Dalam mendidik peserta didik, di samping harus memiliki kemampuan profesional dan pedagogis, guru sebagai orang yang paling dekat dengan peserta didik di sekolah, diharapkan mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya dan masyarakat sekitar. Untuk mewujudkan kinerja para pendidik, perlu didukung oleh sistem tata kerja organisasi yang didukung oleh manajemen dan kepemimpinan sekolah yang profesional, handal, transparan dan akuntabel. Tentunya semua itu akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendorong terbentuknya sistem yang kondusif. Di pihak lain, masyarakat sebagai pemangku kepentingan juga perlu dibekali, disadarkan dan dilibatkan dalam proses ini. Sasaran pendidikan  antikorupsi secara menyeluruh dapat digambarkan melalui diagram di bawah ini.

Pendidikan Antikorupsi pada hakikatnya merupakan bagian dari pendidikan karakter. Sejak akhir tahun 2009, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  dengan melibatkan semua komponen dari unsur unit utama di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menghasilkan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Dalam Panduan itu telah disimpulkan  18 nilai-nilai utama sebagai pembentuk budaya dan karakter bangsa. Ke-18 nilai tersebut merupakan hasil kristalisasi dari puluhan nilai-nilai luhur yang berkembang dalam budaya di nusantara ini. Nilai-nilai luhur tersebut dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori yang memudahkan satuan pendidikan dalam mengimplementasikannya. Delapan belas nilai dimaksud diuraikan pada tabel berikut:

Nilai
Deskripsi
1.Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur  .
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras.
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif  .
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis  .
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan    .
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi  .
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca.
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sekolah dapat memilih beberapa nilai yang dijadikan sebagai prioritas, misalnya kejujuran, disiplin, tanggung jawab, peduli dan sebagainya. Penetapan prioritas itu didasarkan pada analisis kebutuhan setiap satuan pendidikan. Berdasarkan hasil pantauan satuan pendidikan piloting pada tahun 2010, Pusat Kurikulum dan Perbukuan melakukan revisi panduan tersebut dengan penekanan bahwa setiap sekolah dapat memilih nilai-nilai tertentu sebagai prioritas. Penetapan prioritas dapat dimulai dari hal yang sederhana, esensial, dan mudah dilakukan sesuai dengankondisi masing-masing sekolah/wilayah. Hal-hal yang sederhana dan mudah dilakukan itu antara lain dengan mewujudkan lingkungan yang bersih, rapih, nyaman, disiplin, dan sopan santun. Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan karakter dianggap sangat penting dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah.

Pada tahun 2008, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama-sama satuan pendidikan telah menghasilkan rumusan nilai-nilai luhur untuk membangun karakter Antikorupsi.Pemikiran ini dihasilkan atas dasar asumsi bahwa terjadinya tindak pidana korupsi karena tidak konsistennya kita pada nilai-nilai kejujuran, disiplin, tanggung jawab,  etos kerja yang rendah, konsumtif/ingin selalu bermewah-mewah (hedonis), minta dilayani (tidak mandiri), dan mental menerabas. Semua ini akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak peduli, tindakan semena-mena, dan berjiwa pengecut yang hanya mementingkan jalan pintas.  Oleh karena itu, nilai-nilai Antikorupsi yang dikembangkan KPK terdiri atas 9 nilai. Kesembilan nilai tersebut adalah:

Tabel: 9 Nilai Antikorupsi *)
Aspek
Nilai-Nilai Antikorupsi
Deskripsi
Nilai-Nilai Inti
Jujur
Selalu berbicara dan berbuat sesuai dengan fakta, tidak melakukan perbuatan curang, tidak berbohong, tidak mengakui milik orang lain sebagi miliknya, tidak melakukan rekayasa dokumen, harga dan sebagainya
Disiplin
Berkomitmen untuk selalu berperilaku konsisten dan berpegang teguh pada  aturan yang ada
Tanggung Jawab
Selalu menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas yang diamanahkan dengan baik
 Nilai Etos Kerja
Kerja Keras
Selalu berupaya untuk menuntaskan suatu pekerjaan dengan hasil yang terbaik, menghindari perilaku instan (jalan pintas) yang mengarah pada kecurangan
Sederhana
Selalu berpenampilan apa adanya, tidak berlebihan, tidak pamer dan tidak ria
Mandiri
Selalu menuntaskan pekerjaan tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain, tidak menyuruh-menyuru atau menggunakan kewenangannya untuk menyuruh orang lain untuk sesuatu yang mampu dikerjakan sendiri
Nilai Sikap
Adil
Selalu menghargai perbedaan, tidak pilih kasih
Berani
Berani jujur, berani menolak ajakan untuk berbuat curang, berani melaporkan adanya kecurangan, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab
Peduli
Menjaga diri dan lingkungan agar tetap konsisten dengan aturan yang berlaku, selalu berusaha untuk menjadi teladan dalam menegakkan disiplin,  kejujuran, dan tanggung jawab bersama
*)= Uraian lengkap tentang contoh indikator untuk setiap nilai terdapat di lampiran

Enam di antara sembilan nilai antikorupsi beririsan langsung dengan 18 nilai pendidikan karakter, yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, mandiri, dan peduli. Sedangkan tiga nilai yaitu: adil, berani, dan sederhana  secara implisit menjadi indikator dari nilai-nilai religius, toleransi, demokratis, dan peduli.  Hal ini menguatkan bahwa Pendidikan Antikorupsi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan karakter. Ini juga berarti makin menguatkan bahwa pendidikan antikorupsi bukanlah sesuatu yang baru sama sekali. Pendidikan antikorupsi sebagaimana halnya  pendidikan karakter tidak terlepas dari nilai-nilai agama, falsafah pancasila dan kearifan-kearifan lokal yang bersumber dari budaya-budaya yang tersebar di seluruh nusantara ini. Agama merupakan sumber utama nilai-nilai pembentukkan kepribadian, seperti nilai-nilai kejujuran, disiplin dan sebagainya.  Falsafah Pancasila juga memuat nilai-nilai kehidupan bersama  mulai dari sila pertama sampai sila kelima. Di samping itu, Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang bersahaja, penuh kesantunan, kebersamaan. Beraneka ragam budaya yang ada di nusantara ini juga memiliki berbagai kearifan lokal yang mampu mencegah orang untuk berbuat hal-hal yang di luar  norma atau aturan yang berlaku.

Sasaran utama dari pendidikan Antikorupsi adalah tumbuhnya budaya Antikorupsi (budaya integritas)  di kalangan semua warga sekolah, sehingga semua warga sekolah tersebut memiliki kesadaran yang tinggi untuk selalu bersikap jujur, disiplin, tanggung jawab, kerjasama, sederhana, mandiri, adil, berani, dan peduli terhadap penegakkan keteraturan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sebagai bagian dari pendidikan karakter, pendidikan antikorupsi  merupakan bagian dari pembangunan kepribadian dari setiap individu. Upaya tersebut merupakan hasil dari proses pendidikan dalam arti luas. Hasil pendidikan akanberujung pada kompetensi berpikir, kompetensi bersikap, dan kompetensi bertindak. Atau menurut terminologi taksonomi Bloom hasil pendidikan meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.  Sasaran utama pendidikan anti koruspi adalah pembentukkan budaya sekolah melalui 3 pilar, yaitu sistem manajemen sekolah, pembelajaran, dan partisipasi publik.  Peran ketiga pilar tersebut dapat digambarkan melalui diagram berikut: 




















1.         Unsur-unsur Manajemen Sekolah

Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan implementasi kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah dan sentralisasi pendidikan. Tujuan utamanya adalah untuk memberdayakan semua komponen warga sekolah dalam menciptakan penyelenggaraan manajemen yang profesional, transparan, akuntabel, dan demokratis dalam rangka memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu.  Empat unsur yang terkait dengan manajemen, yaitu, pimpinan: kepala sekolah atau pimpinan lain (Ketua Yayasan untuk sekolah swasta), pendidik, siswa, dan komite sekolah, termasuk keluarga peserta didik.

a.         Pimpinan: Kepala Sekolah dan Pimpinan Lainnya

Kepala sekolah adalah pendidik (guru) yang ditugaskan untuk menjadi pemimpin sekaligus manajer satuan pendidikan. Dalam konteks ini, kepala sekolah merupakan tokoh utama yang harus memberdayakan semua unsur warga sekolah, yaitu:  guru, siswa, dan komite sekolah, termasuk orang tua dan masyarakat sekitar. Sebagai seorang pemimpin, maka kepala sekolah harus memiliki kemampuan manajerial terutama untuk menyusun program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar mengajar. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat memberi keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, dan pembagian pelaksanaan tugas, menguasai dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas pendidikan.

b.         Guru (Pendidik)

Guru yang bertugas di sekolah harus memenuhi standar kompetensi secara utuh sehingga dia mampu membimbing dan memberikan teladan kepada siswa, membangun komunikasi secara baik sesama guru, peserta didik dan orang tua siswa, serta masyarakat. Untuk merealisasikan itu, guru harus terbebas dari perilaku-perilaku yang bertentangan dengan aturan yang berlaku. Guru harus mampu bertindak jujur, disiplin, bertanggung jawab, adil, berani, peduli, serta terbebas dari perilaku penjiplakan atau plagiat karya orang lain, memanipulasi jumlah jam mengajar,  dan tindakan curang lainnya.

Fenomena yang menonjol di hampir setiap satuan pendidikan adalah guru bekerja lebih banyak sebagai individu, bukan sebagai anggota suatu kelompok masyarakat pendidik di satuan tersebut. Adanya MGMP bahkan menjadikan guru semakin terpisah dari teman satu satuan dan lebih dekat dengan guru dari sekolah lain yang aktif dalam MGMP secara profesional. Guru-guru dalam mata pelajaran yang sama tidak bekerja-sama (kolaborasi) satu sama lain. Guru-guru dalam mata pelajaran yang berbeda dalam satu satuan pendidikan menjadi individu-individu yang berasingan secara profesional. Dalam kenyataannya guru-guru tersebut membina peserta didik yang sama.

Kenyataan seperti di atas tidak terjadi pada sekolah-sekolah yang dikategorikan baik. Lingkungan kerja mereka lebih kooperatif dan kolaboratif, kepentingan peserta didik menjadi kepentingan bersama.   Oleh karena itu satuan pendidikan yang demikian lebih memiliki budaya sekolah yang baik dan mampu mengembangkan potensi peserta didik lebih maksimum.

Kelompok guru di suatu satuan pendidikan harus bekerja sebagai sebuah tim yang kompak, penuh semangat kolaboratif untuk secara bersama-sama dan dalam upaya yang optimum mengembangkan potensi peserta didik. Guru pada setiap satuan pendidikan harus membentuk suasana kerja dibawah bimbingan dan arahan kepala sekolah. Semangat kolaboratif membangun komunitas pendidikan (community of educators) dan bukan individu-individu yang melaksanakan tugas pembelajaran secara eksklusif. Pengembangan RPP, pengembangan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, sumber belajar dan evaluasi proses pembelajaran hanya dapat dikembangkan dengan baik apabila ada kolaborasi antar guru sebagai anggota dari kemunitas pendidikan.

Kurikulum 2013 yang mendasarkan diri kepada pengembangan sikap dan ketrampilan memerlukan suasana dan kondisi kerja kolaboratif para guru. Pengembangan sikap dan ketrampilan yang memerlukan keterkaitan horizontal dan vertical yang kuat memerlukan kerjasama yang erat antara guru. Kolaborasi guru dalam kelas yang sama akan memperkuat keterkaitan horizontal dan berdampak pada penguatan penguasaan ketrampilan tertentu dan pengembangan sikap. Ketrampilan dalam Pendekatan Pembelajaran Saintifik akan menjadi ketrampilan yang konsisten dan kuat ketika setiap mata pelajaran dalam suatu kelas yang sama mengembangkannya pada jenjang kesulitan yang sama. Ketrampilan mengamati, misalnya, menjadi kemampuan yang mapan apabila pada setiap mata pelajaran pada tahun/kelas yang sama mengembangkannya secara bersama sehingga mencapai kemampuan mengamati yang mahir. Pada semester atau tahun berikutnya, kemampuan mengamati sudah dapat lebih kompleks dan dikuasai secara baik ketika peserta didik melalui proses pembelajaran yang dirancang untuk itu.

c.         Peserta Didik

Peserta didik adalah orang yang pertama terkena dampak semua proses  yang terjadi dalam dunia pendidikan. Untuk itu, posisi peserta didik harus menjadi subyek dalam proses pembelajaran sehingga semua kegiatan yang dilakukan di sekolah merupakan upaya dalam memberikan layanan terbaik kepada setiap peserta didik. Peserta didik sebagai pelaku pada setiap kegiatan sehingga memberikan ruang kepada mereka untuk mengalami sendiri terhadap seluruh aktivitasnya.

d.         Keluarga dan Komite Sekolah

Komponen keempat yang tidak kalah pentingnya dalam menunjang keberhasilan penyelenggaraan manajemen sekolah adalah keluarga dan komite sekolah. Keluarga peserta didik merupakan mitra bagi sekolah dalam upaya membangun iklim pembelajaran dan manajemen yang sehat. Manajemen sekolah yang sehat dapat dilihat dari keharmonisan hubungan antara semua komponen warga sekolah terutama keluarga dan komite sekolah. Keluarga dan komite harus paham nilai-nilai apa yang ditanamkan dan diberlakukan di sekolah agar tidak terjadi “split” kepribadian anak, misalnya, ketika di sekolah anak diajari kejujuran, maka keluarga di rumah juga harus mendukung upaya itu, akan tetapi jika keluarga melakukan yang sebaliknya, maka anak akan mengalami kebimbangan dan akan berpengaruh pada perkembanga jiwa/kepribadiannya.

2.    Indikator Manajemen Sekolah yang Sehat

Berikut ciri-ciri atau indikator manajemen sekolah yang sehat  sehingga dapat terhindar dari praktik tindakan atau perilaku korupsi.
Aspek
Contoh Indikator Manajemen Sekolah yang Sehat
Perencanaan
Memiliki visi, misi, dan tujuan yang realistis sebagai acuan dalam penyusunan rencana strategis (Renstra) dan rencana aksi sekolah (RAS)

Memiliki perencanaan strategis  dan rencana aksi  sekolah yang dijabarkan menjadi program kerja jangka panjang, menengah, jangka pendek dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) tiap tahunnya.

Memiliki peraturan, tata tertib, dan kode etik yang mencakup semua kegiatan di sekolah, baik yang berhubungan dengan penyelenggaraan manajemen maupun  hal-hal teknis pembelajaran dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah

Memiliki dokumen kurikulum  (dokumen I dan II) yang implementatif dan mengacu pada visi, misi dan tujuan yang diharapkan
Pengorganisasian, kepemimpinan, dan mekanisme kerja
Memiliki struktur oranisasi yang efisien dan efektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta didukung oleh sumber daya manusia yang profesional di bidangnya

Memiliki uraian kerja yang rinci (job description) untuk setiap jabatan dalam struktur organisasi

Setiap jabatan dalam struktur organisasi memiliki dokumen perencanaan kerja, tata tertib, dan kode etik, serta instrumen monitoring/evaluasi untuk mengukur ketercapaian program masing-masing

Masing-masing pemangku jabatan menyampaikan laporan secara berkala.

Memiliki sistem administrasi umum dan administrasi pelaporan kegiatan yang dapat diakses setiap saat diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan

Memiliki pimpinan yang terbuka, aspiratif, dan senantiasa menerima masukan-masukan dari semua warga sekolah dan pihak terkait.

Memiliki tim kerja teridiri dari kepala satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, perwakilan peserta didik, perwakilan orang tua/wali peserta didik/komite sekolah untuk menyusun dan membahas program

Memiliki tim kerja yang solid dan konsisten menjalankan semua program yang telah disepakati dan ditetapkan 

Memiliki surat tugas dari pimpinan

Memiliki semua peraturan tentang pengadaan barang dan jasa sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan terkait dengan pengadaan di sekolah
Pelaksanaan dan Implementasi
Menyusun perencanaan, program kerja, rincian program kerja (job description), tata tertib, serta kode etik pelaksanaan semua kegiatan untuk menghindari terjadinya penyimpangan

Melakukan sosialisasi program kepada seluruh warga sekolah dan orang tua peserta didik

Membentuk dan membangun organisasi yang profesional dengan menempatkan orang sesuai dengan keahliannya

Semua pihak menjalankan tugasnya secara konsisten seuai dengan perencanaan, aturan, tata tertib dan kode etik yang telah disepakati

Menyusun job/diskripsi tugas anggota tim kerja

Menyelengarakan rapat-rapat koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan (persiapan-evaluasi)

Melaksanakan semua kegiatan sesuai dengan perencanaan, program kerja, jadual, aturan, tata tertib, dan kode etik yang telah disepakati.

Pimpinan menyusun surat tugas untuk setiap kegiatan sesuai dengan kedudukan dalam struktur organisasi kegiatan sekolah

Mensosialisasikan semua aturan tentang pengadaan barang dan jasa untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan prosedur, seperti penyuapan, pemerasan, dan penggelembungan (mark-up) harga.

Melaksanakan atau menjalankan semua aturan proses pengadaan barang dan jasa secara konsiten

Tidak melakukan pengadaan barang dan jasa di luar ketentuan yang berlaku, misalnya pengadaan seragam, buku, dan sarana lainnya  yang rentan terhadap perilaku korupsi, suap, dan penggelembungan harga.
Pengelolaan sarana prasarana, keuangan, Katatusahaan, Kesiswaan
Memiliki perencanaan, pengadaan, dan perawatan sarana untuk mendukung kelancaran pendidikan antikorupsi
Melaksanakan pengelolahan keuangan yang akuntabel dan transparan mengacu pada PSAK 45 tentang tata cara laporan keuangan sekolah
Memiliki peralatan dan sumber daya manusia yang profesional dalam urusan ketatusahaan  agar semua urusan seperti kepegawaian, kesiswaan dapat berjalan dengan lancar, transparan, dan akuntabel
Pengawasan, supervisi, dan evaluasi
Memiliki sistem, program, dan isntrumen  pengawasan melekat dan pembinaan secara berkesinambungan
Memiliki sistem administrasi pelaporan pengawasan, supervisi dan evaluasi

Melakukan analisis hasil pemantauan/pengawasan
Akreditasi Sekolah
Memberikan data dan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya

Tidak merekayasa dokumen, sarana, dan perlengkapan laboratorium untuk kepentingan akreditasi
Setifikasi Guru
Mengisi semua formulir sertifikasi sesuai dengan data yang sebenarnya

Melengkapi semua dokumen pendukung sesuai dengan aslinya

Tidak melakukan rekayasa dokumen untuk kepentingan sertifikasi

Tidak melakukan penjiplakan atau plagiat hasil karya orang lain
Tindak lanjut
Memberikan penghargaan dan sanksi secara obyektif, konsisten, dan berlaku adil.

Memiliki sistem pembinaan karier yang jelas dan obyektif untuk menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme

Memberlakukan aturan secara adil dan bijaksana kepada semua warga sekolah


Dalam perspektif pedagogis kurikulum menjadi “konstitusi” proses belajar mengajar. Hal ini tercermin dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut:

“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.Mengingat pentingnya kurikulum sebagai titik tolak dari  kegiatan belajar mengajar, urgensi yang perlu mendapat perhatian dalam kurikulum adalah pada misi, tujuan, dan isi dari setiap mata pelajaran yang diintegrasikan ke dalam suatu dokumen yang disebut kurikulum. Oleh karena itu misi kurikulum berkaitan (congruence) dengan target sistem pendidikan. Dengan demikian secara agregat isi dari kurikulum merupakan strategi untuk mencapai misi kurikulum.

Pada tataran misi dan tujuan, kurikulum memuat suatu arah makro tentang tujuan pendidikan.Oleh karena itu perumusan tentang misi dan isi kurikulum tidak secara teknis berkaitan dengan mata pelajaran, tetapi mempunyai kontekstual lingkungan kebijakan.Louisa  May Alcot (1832–88) kurikulum tidak secara spesifik merujuk pada mata pelajaran. “Her curriculum was not academic; it consisted of the complex art of learning to love and survive, despite whatever troubles came her daughters’ way, especially her own absence. (Palmer, 2001: 147).

Kurikulum tidak steril dari kejadian yang terjadi di luar ranah pendidikan. Kondisi politik, sosial, dan perkembangan pergaulan internasional menjadi pertimbangan dalam penentuan misi dan isi kurikulum.  Di satu pihak, hal ini menjadikan penetapan misi dan isi kurikulum menjadi complicated, di lain pihak hal ini merupakan keharusan karena pendidikan mengantarkan manusia untuk tidak berpola pikir sempit (narrow minded). Manusia berpendidikan mempunyai kemampuan analitik terhadap lingkungan sekitar. Dengan kemampuan analitik pemahaman mengapa suatu kejadian dapat terjadi, bagaimana kejadiannya, dan dalam konteks apa kejadian tersebut terjadi memberikan suatu wawasan kepada manusia terpelajar untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan kemampuan analitik ini menjadikan setiap manusia dalam menentukan keputusan yang menyeluruh (comprehensive judgment) tentang kehidupan baik dalam dimensi harmonis maupun orientasi ke depan. Pendidikan memang bukan merupakan dogma, tetapi suatu ajaran yang diterima dan diadopsi berdasarkan nalar melalui suatu komunikasi argumentatif antara pemberi dan penerima.Hasilnya penerima dapat menata ulang sistem keyakinannya. Bagi pemberi informasi tentang suatu ajaran,  komunikasi ini menjadi umpan balik bagi pengayaan substansi ajaran dan perbaikan strategi penyampaian.

Misi, tujuan, sampai dengan isi kurikulum berdasarkan pada argumentasi philosophy of experiential education memberikan pengalaman kognitif sampai dengan pengalaman bertindak dalam realitas kehidupan sosial yang pasti akan dialami oleh setiap peserta didik ketika mereka masih dalam bangku sekolah sampai dengan mereka dewasa nanti. Aliran ini didasarkan pada argumentasi John Dewey yang mengemukakan pendapat bahwa  pendidikan merupakan suatu proses untuk menjadi setiap peserta didik mempunyai nalar sebagai dasar untuk bertindak. Hal ini dirumuskan oleh Itin (1999: 92) sebagai berikut:  “It was insufficient to simply know without doing, and impossible to fully understand without doing”.

Misi, tujuan, dan isi kurikulum diharapkan juga memberikan indikasi dan pedoman baik bagi guru sebagai sumber dari ajaran dan peserta didik sebagai penerima ajaran untuk mentransformasi ke dalam pengalamanhidup. Proses transformasimerupakan  proses metaphoramateri pelajaran setiap mata pelajaran ke dalam suatu pengalaman yang dapat menjadi suatu pre-requisite dalam penentuan topik-topik pembelajaran dari setiap mata pelajaran yang dimuat dalam kurikulum yang berlaku.

Sebagai refleksi sekaligus sebagai harapan tentang arah hasil pendidikan, perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa hasil pendidikan tidak semata-mata pada prestasi akademik. Ketika Howard Gardner memperkenalkan konsep emotional quotient yang dikenal dengan singkatan EQ pada era tahun 1980-an, maka berbagai konsep sepertispritual quotient yang dikemukakan oleh para ulama dan tokoh agama, serta financial quotient yang diusulkan oleh kalangan perbankan menjadi pusat perhatian dunia pendidikan. Baik spritual maupun financial quotient pada dasarnya mengkaitkan bagaimana kemampuan intelektual direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang mempunyai pemahaman yang baik di bidang spiritual mempunyai cara yang lebih efektif dalam menjalan kehidupan beragama. Agama tidak saja dianggap sebagai suatu ajaran untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan individu kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga sebagai sarana dan dasar untuk membina hubungan antar manusia dalam berbagai aspek kehidupan (sosial, ekonomi, dan politik).

Dalam konteks spiritual quotient agama tentu saja tidak dianggap sebagai dogma, maka agama juga memberikan aspirasi dan pegangan kepada setiap pemeluknya untuk menentukan orientasi ke depan. Perkembangan Bank Syariah misalnya, merupakan contoh tentang bagaimana spritual quotient mendasari program perbankan.

Dalam konsep yang berbeda, namun dengan arah yang sama, financial quotient juga merupakan strategi untuk mendekatkan kemampuan keuangan yang dipelajari di lembaga pendidikan dengan perilaku efisien dan efektif dalam penggunaan uang. Inisiatif ini telah dimulai oleh Bank Indonesia melalui program pendidikan keuangan. Realisasi program ini adalah program Ayo Menabung dengan sasaran pada saat ini adalah peserta didik jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) dari enam kota ibu kota provinsi yaitu: Medan, Bandung, Banjarmasin, Makassar, Surabaya, dan Semarang. Sasaran jangka panjang dari program pendidikan keuangan tidak hanya menggalakkan anggota masyarakat untuk menabung tetapi untuk menjadikan masyarakat yang tidak konsumtif. Implikasinya tidak saja pada akumulasi dana yang tersedia pada tingkat individu, tetapi juga pada tingkat negara. Mengadakan kantin kejujuran di sekolah juga merupakan hal penting untuk melatih dan membangkitkan harga diri untuk selalu berlaku jujur dan adil serta tidak korup.

Diberlakukannya desentralisasi pendidikan melalui konsep “Manajemen Berbasis Sekolah  (MBS) mempunyai implikasi pendelegasian otonomi pedagogis kepada guru. Dalam konteks ini pemerintah tidak menentukan kurikulum yang berlaku di setiap sekolah.Mekanisme pemberlakukan kurikulum adalah dengan menggunakan pendekatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan pendekatan ini, sekolah yang menentukan kurikulum yang akan digunakan oleh sekolahnya. Guru merupakan pihak yang paling berwenang untuk menentukan kurikulum apa yang akan dipakai pada tingkat sekolah. Peran kepala sekolah memfasilitasi bagaimana guru mengartikulasikan kurikulum tersebut ke dalam strategi mengajar dan memberikan dukungan manajerial kepada setiap guru yang mengajar di sekolah tersebut.Dalam hal ini peran pemerintah (pusat) meliputi penetapan pedoman yang disebut standar kompetensi lulusan dan standar isi; serta memberikan jaminan kualitas (quality assurance) bahwa setiap kurikulum sekolah dapat menjamin mutu pelayanan pendidikan di setiap sekolah.

Dengan demikian, kurikulum merupakan bagian terpadu  dari sistem manajemen sekolah yang terkait dengan perencanaan semua kegiatan di sekolah, baik yang diselenggarakan melalui proses pembelajaran maupun melalui pembiasaan dan  budaya sekolah.  Terkait dengan implementasi melalui kurikulum, Pendidikan Antikorupsi (PAK) menjadi bagian atau salah satu bentuk dari Pendidikan Karakter. Untuk itu, dalam menyiapkan dokumen kurikulum, setiap satuan pendidikan perlu menyusun perencanaan dan pengembangan kurikulum melalui tahapan sebagai berikut:
·      Membangun komitmen seluruh warga sekolah, komite dan masyarakat sekitar untuk melaksanakan Pendidikan Antikorupsi di sekolah;
·      Melakukan analisis konteks untuk menetapkan sumber daya, dan sarana yang diperlukan, nilai-nilai dan indikator yang dikembangkan serta prosedur penilaian keberhasilan;
·      Merumuskan visi, misi, tujuan dalam menuju sekolah berbudaya Antikorupsi;
·      Menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS) dan Rencana Aksi Sekolah  (RAS);
·      Menyusun  dokumen 1 dan dokumen 2 kurikulum yang merefleksikan semua kegiatan yang dilakukan di sekolah yang mengarah pada proses pembudayaan pendidikan karakter dan antikorupsi;
·      Menjabarkan kalender pendidikan yang memuat semua program dan kegiatan sekolah, baik kegiatan pembelajaran, pembiasaan/pembudayaan melalui kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, kegiatan mandiri, kegiatan spontan dan terprogram;
·      Evaluasi Diri Sekolah (EDS) terhadap semua program-program yang diterapkan di sekolah.

C.   Langkah-Langkah Integrasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Penyusunan Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Sebagai kurikulum operasional yang disusun dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan bersama komite sekolah, KTSP diharapkan dapat menjawab segala kebutuhan dan potensi sekolah yang bersangkutan. Dalam hal penyelenggaraan pendidikan Antikorupsi, semua komponen  dalam kurikulum harus saling terkait satu sama lain. Kurikulum merupakan satu kesatuan yang utuh mulai dari  pendahuluan, tujuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, dan kalender pendidikan.

1.    Merumuskan Pendahuluan

Bagian pendahuluan  memuat latar belakang  atau rasional yang diperoleh dari hasil analisis  hubungan antara kebijakan sebagai landasan penyusunan, prinsip-prinsip penulisan kurikulum, dan acuan operasional  dengan kondisi nyata yang ada di satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis tersebut dilakukan melalui berbagai strategi dan pendekatan, misalnya analisis SWOT untuk mengkaji segala kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dimiliki oleh sekolah yang bersangkutan.  Dengan demikian, kurikulum yang disusun betul-betul mengacu kepada kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka memberikan layanan prima kepada peserta didik. Rasional yang disusun dapat diarahkan ke pembentukan karakter peserta didik  yang didalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan antikorupsi.

Analisis konteks akan memberikan gambaran obyektif  mengenai segala sesuatu tentang sekolah yang bersangkutan, seperti   tentang kondisi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, program-program, peluang dan tantangan yang ada di masyarakat atau lingkungan sekitar,  komite sekolah/dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi  profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya

2.    Menjabarkan Tujuan Pendidikan

Kesimpulan yang dirumuskan pada latar belakang atau rasional menjadi dasar untuk merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, dan program-program sekolah secara menyeluruh. Dengan demikian, antara kebutuhan dan upaya yang dilakukan disekolah menjadi sejalan, yaitu mempersiapkan peserta didik yang cerdas, dan berakhlak mulia.  Rumusan visi, misi, tujuan, strategi dan program sekolah yang diperoleh dari kesepakatan bersama semua warga sekolah tidak dan terlepas dari tujuan pendidikan secara keseluruhan, tujuan jenjang pendidikan, dan tujuan untuk setiap satuan pendidikan.



3.    Menjabarkan Struktur dan Muatan Kurikulum

Struktur dan muatan kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri harus dijabarkan ke dalam kegiatan-kegiatan  operasional melalui penghitungan beban belajar dan strategi pencapaian ketuntasan belajar.  Semua jenis kegiatan baik melalui pembelajaran  semua mata pelajaran (termasuk muatan lokal),  dan pengembangan diri, serta berbagai kegiatan sekolah lainnya perlu diuraikan secara rinci sehingga nilai-nilai pendidikan antikorupsi dapat dintegrasikan  pada kegiatan-kegiatan yang relevan.  Semua ini bermuara pada penginternalisasian nilai-nilai tersebut sehingga pada gilirannya akan menjadi bagian kepribadian peserta didik. Peserta didik menjadi terbiasa yang akhirnya  menjadi budaya, yaitu budaya antikorupsi.

4.    Menjabarkan  Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.Kalender pendidikan memuat keseluruhan  kegiatan  yang berlangsung di sekolah. Hal-hal yang dilakukan di sekolah dalam rangka mendukung pembelajaran dan pengembangan diri, serta  kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pembelajaran tidak berlangsung, mulai dari proses awal penerimaan peserta didik baru, pelaksanaan pembelajaran, pembudayaan melalui berbagai pembiasaan seperti  kegiatan pada  masa jeda  di saat guru mengisi rapor  dan sebagainya. Semua kegiatan harus tergambar dalam kalender Pendidikan.


5.    Menyusun   Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Penyusunan silabus dan RPP mengacu kepada standar proses dan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Silabus dan RPP merupakan perencanaan yang harus dipersiapkan guru sebelum pembelajaran berlangsung. Dalam perencanaan tersebut sudah harus tergambar semua kegiatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran nanti.

Penanaman nilai-nilai antikorupsi sangat mungkin diintegrasikan melalui mata pelajaran  dengan memperhatikan keterkaitan secara langsung antara materi,  kompetensi dasar, indikator dan kegiatan pembelajaran, serta proses evaluasi  dengan penanaman nilai-nilai antikorupsi.  Pengintegrasian dapat dilakukan pada saat menjabarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi indikator, dan/atau pada  kolom pembelajaran, dan/atau penilaian.

Alur Proses Integrasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Penyusunan Kurikulum

Contoh Indikator  Nilai Antikorupsi yang Diintegrasikan dalam Dokumen Kurikulum
Komponen  Kurikulum
Contoh Indikator
Latar belakang, tujuan pengembangan kurikulum, prinsip pengembangan kurikulum
Memberikan penjelasan tentang latar belakang penyusunan kurikulum dengan menyertakan landasan yuridis dan teoritis tentang pendidikan antikorupsi
Menyajikan data dan informasi hasil analisis konteks  (landasan empiris)
Menyatakan secara eksplisit alasan mengapa perlu pengintegrasian nilai-nilai antikorupsi di satuan pendidikan

Tujuan pendidikan, visi, misi sekolah, dan tujuan sekolah
Menggambarkan hubungan yang jelas dan sinkron  antara tujuan pendidikan menurut undang-undang, visi, misi, dan tujuan sekolah
Rumusan visi dan misi mengakomodasi  nilai-nilai antikorupsi

Struktur dan muatan kurikulum
Mengintegrasikan nilai-nilai antikorupsi dalam bahan ajar yang relevan pada setiap mata pelajaran
Mengintegrasikan nilai-nilai Antikorupsi dalam mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri

Kalender pendidikan (kegiatan awal tahun pelajaran, kegiatan di sepanjang tahun pelajaran, dan akhir tahun pelajaran)
Memuat program dan jadual kegiatan yang dilakukan pada saat awal tahun pelajaran, misalnya, sosialisasi peraturan, tata tertib sekolah kepada peserta didik baru
Pernyataan komitmen bersama antara semua warga sekolah untuk mentaati semua aturan dan tata tertib sekolah
Pernyataan kontrak belajar antara pendidik dengan peserta didik dan disampaikan kepada orang tua


Memuat semua program dan jadual kegiatan  yang dilakukan terkait dengan pembelajaran mata pelajaran seperti kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan penugasan mandiri tidak terstruktur


Memuat program  dan jadual kegiatan yang dilakukan melalui pembelajaran muatan lokal

Memuat program dan jadual kegiatan pengembangan diri yang dilakukan melalui kegiatan pembiasaan, terprogram dan spontan, misalnya saat upacara peringatan hari besar nasional dan peringatan hari bersejarah lainnya, kegiatan pada saat peserta didik selesai melaksanakan ujian akhir semester, dan kegiatan lain yang relevan

Memuat program dan jadual kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik pada saat libur akhir semester dan libur akhir tahun pelajaran.
Silabus
Memuat komponen silabus secara lengkap
Melakukan analisis SK dan KD sebelum menjabarkannya ke indikator dan pembelajaran

Mengintegrasikan dan/atau menambahkan nilai-nilai antikorupsi pada materi, indikator, kegiatan pembelajaran, penilaian  yang relevan

Menggambarkan skenario pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai Antikorupsi sesuai dengan tututan SK dan KD (kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup)

Melampirkan instrumen penilaian yang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, psikomotor, dan afektif
RPP
Menguraikan secara lebih rinci tentang kegiatan yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup)

Menyiapkan atau melampirkan rubrik dan catatan anekdot (anecdotal record)  penilaian sebagai dasar untuk memberikan justifikasi terhadap perkembangan sikap dan perilaku peserta didik

Menyiapkan lembaran penilaian perilaku yang digunakan oleh guru pada saat melakukan pengamatan terhadap kegiatan peserta didik baik secara mandiri maupun kelompok, misalnya pada saat praktikum di laboratorium, diskusi, atau tugas-tugas individu.

Menyiapkan strategi untuk mengantisipasi kecurangan yang mungkin dilakukan oleh peserta didik baik pada saat mengerjakan tugas mandiri, kelompok, maupun pada saat ulangan

Menyiapkan/melampirkan lembaran administrasi untuk mendokumentasikan semua hasil-hasil penilaian terhadap perkembangan peserta didik







BAB IV
PENUTUP

Penanaman nilai-nilai karakter antikorupsi di sekolah sangatlah penting mengingat sekolah adalah miniatur masyarakat masa depan. Dari sekolah akan lahir para pemimpin, para pengusaha, pedagang, guru, pekerja, dan semua lapisan masyarakat. Di samping itu, masa-masa sekolah adalah masa-masa aktif pembangunan kepribadian. Untuk itu, selayaknya sekolah terus berbenah diri dalam mempersiapkan generasi mendatang untuk semua lapisan masyarakat.

Untuk itu, penilaian keberhasilan sekolah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sangat diperlukan. Penilaian tersebut penting dilakukan baik secara internal melalui Evaluasi Diri Sekolah (EDS) maupun secara eksternal oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, komite, dan masyarakat. Penilaian ini merupakan bagian dari sistem penjaminan mutu pendidikan, yaitu proses dan sistem yang saling terkait untuk mengumpulkan, menganalisa, dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu dari tenaga kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengindentifikasi bidang-bidang pencapaian dan prioritas untuk perbaikan, menyediakan data untuk pembuatan keputusan berbasis bukti dan membantu membangun budaya perbaikan yang berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan dikaji berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP). 

Berikut beberapa sasaran penilaian sekolah:
·         Seberapa baikkah kinerja sekolah?
Hal ini terkait dengan kriteria untuk perencanaan pengembangan sekolah dan indikator yang relevan dari Sistem Pelayanan Minimum  (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
·         Bagaimana kita dapat mengetahui kinerja?
Hal ini terkait dengan bukti apa yang dimiliki sekolah untuk menunjukkan pencapaiannya.
·         Bagaimana kita dapat meningkatkan kinerja?
Dalam hal ini sekolah elaporkan dan menindaklanjuti apa yang telah ditemukan sesuai pertanyaan di atas  perencanaan pengembangan sekolah).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar