BAB I
PENDAHULUAN
A.
Landasan Yuridis
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan
kecil yang berjumlah sekitar 17.504. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik
tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan berbagai
keragaman. Keragaman yang menjadi karakteristik dan keunikan Indonesia antara
lain geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana, latar
belakang dan kondisi sosial budaya, dan keragaman lainnya yang terdapat di
setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula tingkatan
kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antardaerah dalam rangka
meningkatkan mutu dan mencerdaskan kehidupan masyarakat di setiap daerah.
Terkait dengan pembangunan pendidikan, masing-masing daerah memerlukan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Kurikulum sebagai jantung
pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara kontekstual untuk
merespon kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik di masa kini
dan masa mendatang.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:
1.
Pasal 36 ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
2.
Pasal 36 ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun
sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan
akhlak mulia; (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d)
keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan
nasional; (f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j)
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
3.
Pasal 38 ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan
dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan
supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk
pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan:
5.
Pasal 77A ayat (1) menyebutkan bahwa Kerangka Dasar
Kurikulum berisi landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
6.
Pasal 77A ayat (2) menyebutkan bahwa Kerangka Dasar
Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai: a. acuan dalam
Pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional; b. acuan dalam
Pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah; dan c. pedoman dalam
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
7.
Dari amanat undang-undang dan peraturan pemerintah
tersebut ditegaskan bahwa:
8.
Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi,
untuk melakukan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan
kondisi dan ciri khas potensi yang ada di daerah serta peserta didik;
9.
Kurikulum dikembangkan dan diimplementasikan pada tingkat
satuan pendidikan.
10.
Kurikulum operasional yang dikembangkan dan
diimplementasikan oleh satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Keberadaan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
adalah hasil pemikiran reformasi dalam dunia pendidikan pada masa awal
pemerintahan Reformasi. Pemikiran tersebut dituangkan dalam naskah reformasi
pendidikan oleh tim pengembang Reformasi Pendidikan dan kemudian dijadikan
dasar oleh DPR untuk mengembangkan undng-undang baru mengenai pendidikan. Dari
kegiatan pengembangan undang-undang antara tim DPR (waktu itu Komisi IX) dan
tim yang dibentuk oleh Balitbang lahirlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pemikiran baru yang reformatif banyak
dikemukakan dalam UU nomor 20 tahun 2003 tersebut antara lain mengenai kurikulum
tingkat satuan pendidikan dan pendidikan berdasarkan standar. Dalam Bab IX
tentang Kurikulum Pasal 36 Ayat (1) mengatakan “Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional” sedangkan Ayat (2) meyebutkan ‘Kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidika dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikn,
potensi daerah, dan peserta didik”. Penjelasan Pasal 36 yat (2) mengatakan
“Pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan
kekhasan potensi yang ada di daerah”. Kemudian pada Pasal 38 disebutkan
(1)Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh Pemerintah”.Landasan Teoritik (pengembangan potensi peserta
didik sebagai pribadi, warga masyarakat dan warganegara).
Sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai pasal-pasal
tersebut ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Pada tahun 2005 dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional dan kemudian disempurnakan oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013. Dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003, Pasal 77a Ayat 2.c menyebutkan
Kerangka dasar Kurikulum yang dikembangkan di tingkat nasional menjadi “pedoman dalam Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan”. Selanjutnya dinyatakan bahwa Kurikulum Tingkat
satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional.
Dalam dokumen ini dibahas standar isi
sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara
keseluruhan mencakup:
- kerangka dasar dan struktur
kurikulum yang merupakan pedoman dalampenyusunan kurikulum pada tingkat
satuan pendidikan,
- beban belajar bagi peserta didik
pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
- kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar
isi, dan
- kalender pendidikan untuk
penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikanjenjang pendidikan dasar
dan menengah.
B.
Landasan Teoritik
Sebagai suatu program yang secara
langsung menerapkan kaedah-kaedah pendidikan, kurikulum dirancang untuk
melayani kebutuhan peserta didik, masyarakat, bangsa, dan ummat manusia.Dengan
fungsi yang demikian maka kurikulum tidak hanya semata melayani kepentingan
peserta didik, kepentingan masyarakat di sekitar yang dilayani kurikulum tetapi
juga kepentingan bangsa dalam mempersiapkan warganegara yang diinginkan oleh tujuan
Pendidikan nasional.Kurikulum tidak lagi terkungkung oleh kepentingan peserta
didik karena peserta didik harus hidup dalam suatu lingkungan masyarakat
sehingga kepentingan peserta didik harus sesuai dengan kepentingan
masyarakat.Kurikulum tidak juga terbatas pada upaya untuk memenuhi kepentingan
masyarakat tetapi juga kepentingan bangsa karena masyarakat adalah bagian dari
suatu bangsa.Dengan gerakan globalisasi yang menentukan banyak aspek kehidupan
seseorang, masyarakat dan bangsa maka kurikulum tidak lagi terbelenggu oleh
kepentingan bangsa yang tertutup tetapi warganegara yang dapat mengembangkan
kehidupan dirinya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warganegara, dan ummat
manusia.
Globalisasi telah merubah kebijakan
pendidikan di Inggris (England) dari
pengembangan kurikulum berbasis sekolah menjadi kurikulum nasional pada akhir
abad ke-20.Pada decade pertama abad ke-21, tahun 2008, Australia telah mengubah
kebijakan pengembangan kurikulum dari sepenuhnya berbasis sekolah (school-based curriculum) dengan
memperkenalkan Australian National
Curriculum.Pertimbangan utama adalah kelemahan kurikulum berbasis sekolah
dalam mengembangkan kepentingan nasional dan terancamnya kepentingan nasional
dalam menghadapi kehidupan antar negara dan bangsa yang dipicu oleh
globalisasi.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
bukan Kurikulum Berbasis Sekolah (School-based
Curriculum).Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bagian dari
kurikulum nasional.Pemikiran-pemikiran yang dikemukakan dalam Landasan Yuridis
memperlihatkan dengan jelas bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang
menjadi muara dari kurikulum nasional, daerah, dan sekolah.Ini adalah sebuah
model pengembangan kurikulum yang maju dan dapat
dikatakan inovasi Indonesia dalam pengembangan kurikulum.Dengan adanya
kurikulum nasional, daerah, dan sekolah maka kepentingan peserta didik,
masyarakat, bangsa dan umat manusia dapat dikembangkan kurikulum di
Indonesia.Kesatuan dalam paradigma pengembangan kurikulum di jenjang
satuan pendidikan tidak boleh dilepaskan ketika satuan pendidikan mengembangkan
kurikulum untuk satuan pendidikannya.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah
kurikulum yang dikembangkan atas paradigma untuk memenuhi kepentingan setiap
pemegang kepentingan.Oleh karena itu KTSP bukan hanya masalah teknis tetapi
terlebih-lebih merupakan aplikasi dari hal-hal yang bersifat teoretik,
pedagogik, didaktik, sosiologis, kultural, dan kebangsaan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan perwujudan prinsip diversifikasi. Perwujudan prinsip ini
menempatkan KTSP sebagai medan terdepan pendidikan dalam meterjemahkan
kepentingan peserta didik dan masyarakat dimana suatu satuan pendidikan berada.
Sebagai bagian dari kurikulum nasional KTSP suatu satuan pendidikan perlu
dikembangkan secara profesional oleh orang atau sekelompok orang yang memiliki
wawasan pendidikanyang luas dan ketrampilan profesional dalam pengembangan
kurikulum.
C.
Landasan Empirik
Menurut Wolpert (1986) Indonesia adalah
negara kedua tertinggi dalam keragaman dalam sosial, budaya, dan ekonomi.Dalam
ketiga aspek itu Indonesia berada di bawah India.Dalam konteks agama,
geografis, dan alam Indonesia berada di atas India.Lingkungan geografis yang
menjadi variable utama dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi sangat variatif.
Kenyataan empirik dalam keragaman ini
menghendaki adanya paradigm pengembangan kurikulum yang sesuai.Dalam melayani
kepentingan peserta didik dan masyarakat di sekitarnya, KTSP menjadi andalan
sistem pengembangan kurikulum di Indonesia.Muatan nasional, local dan sekolah
serta kebutuhan khusus peserta didik memberikan posisi KTSP sebagai kurikulum
operasional yang amat penting.
1.
Sekolah sebagai Pusat Pengembangan Budaya dan Peradaban.
Budaya Indonesia atau kultur Indonesia adalah “Daya atau kapabilitas dari
unsur-unsur intelektual, emosional, dan spiritual bangsa Indonesia yang
berfungsi dalam meningkatkan harkat kemanusiaan bangsa Indonesia”. Peradaban Indonesia adalah “Wujud/hasil/bukti
tertinggi dari harkat kemanusiaan bangsa Indonesia.” Wujud tertinggi ini dapat
dalam bentuk hasil karya terbaik dalam bidang kesenian, kesasteraan, ilmu
pengetahuan, arsitektur dan bangunan, dan sebagainya (material); dan etika,
tatakrama, disiplin nasional (behavioral). Pengembangan budaya dan peradaban
Indonesia dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui:
·
Pengamalan Pancasila (45 butir P4) secara komprehensif/kognitif.
·
Pengamalan nilai-nilai kultural nasional Indonesia
(komprehensif/kognitif).
·
Metode internalisasi Nilai-nilai kultural nasional
Indonesia (aplikasi/afektif).
·
Metode peningkatan/pengembangan “Daya intelektual,
emosional, dan spiritual peserta didik dalam rangka mencapai perdaban
Indonesia.
Berbicara tentang budaya sekolah berarti kita sedang berbicara tentang organizational culture atau corporate culture, yaitu membangun
budaya organisasi. Masalah kita disini adalah: Bagaimana caranya membangun satu
“budaya akademik,” atau satu “budaya sekolah,” di institusi-instituti
pendidikan menengah Indonesia. Budaya sekolah seperti apa yang akan kita
bangun? Budaya organisasi terdiri dari beberapa komponen:
·
Nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi di sekolah
itu.
·
Persepsi para stakeholders tentang sekolah itu.
·
Visi, misi, dan tujuan institusi sekolah.
·
Strategi, rencana, dan program dalam rangka mencapai
visi, misi dan tujuan organisasi.
·
Struktur organisasi sekolah.
·
Peraturan-peraturan kerja baik dalam mencapai visi, misi
dan tujuan, maupun dalam mengatur hubungan antara posisi-posisi dalam
organisasi sekolah.
D.Tujuan
sebagai model yang dapat digunakan oleh satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum yang sesuai standar nasional pendidikan dan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan daerah dan sekolah pada jenjang pendidikan
menengah
Pengembangan model kurikulum ini bertujuan untuk memberikan referensi bagi:
1.
kepala sekolah/madrasah dan tenaga pendidik dalam
menyusun dan mengelola KTSP secara optimal di satuan pendidikan;
2.
dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi
dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dalam melakukan koordinasi dan
supervisi penyusunan dan pengelolaan kurikulum di setiap satuan pendidikan; dan
3.
pemangku kepentingan bidang pendidikan dalam membantu
penyusunan kurikulum.
D.
Produk yang
Dihasilkan
Kegiatan ini menghasilkan dokumen
KTSP SMA dan SMK yang dijadikan sebagai model bagi satuan pendidikan lainya.
Dokumen KTSP yang dimaksud adalah dokumen 1 dan dokumen 2. Dokumen 1 mencakup
komponen-komponen sebagai berikut:
1.
Analisis konteks dan analisis kebutuhan sebagai rasional
pengembangan KTSP
2.
visi, misi dan tujuan satuan pendidikan
3.
merumuskan pengelolaan struktur kurikulum nasional
meliputi pemilihan system kelas mata pelajaran, tematik atau kelas klasikal,
penetapan makna jumlah jam pelajaran suatu pelajaran dan beban belajarnya
(kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri)
4.
merumuskan pengembangan dan pengelolaan kurikulum muatan
lokal dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi, situasi, serta karakteristik social budaya daerah
5.
menetapkan kriteria ketercapaian kompetensi atau
ketuntasan belajar
6.
menetapkan kriteria ketercapaian kompetensi atau
ketuntasan belajar, kenaikan kelas, dan kelulusan mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran
7.
menetapkan model laporan pendidikan sesuai standar
penilaian pendidikan
8.
menetapkan kalender pendidikan
9.
mengelola dan mendayagunakan buku teks pelajaran, buku
panduan guru, silabus muatan local, dan silabus mata pelajaran lainnya (yang
telah diperkaya)
Dokumen 2 berupa silabus (bagi sekolah yang menerapkan kurikulum 2006)
dengan tujuan untuk memperkaya silabus yang disesuaikan dengan kebutuhan,
kondisi, situasi, serta karakteristik social budaya daerah seperti menata ulang
silabus pada semester yang sesuai; melengkapi kegiatan belajar, penilaian, dan
sumber belajar yang perlu ditambahkan ke dalam silabus; serta menata ulang
jumlah jam pelajaran pada silabus. Merumuskan komponen-komponen rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
situasi, serta karakteristik social budaya daerah.
E.
Unsur yang
Terlibat
Kegiatan ini melibatkan berbagai unsur, yaitu:
1.
Narasumber dari perguruan tinggi yang relevan
2.
Narasumber dan tim penyusun dari SMA dan SMK yang
dijadikan sebagai sasaran pengembangan model
3.
Penyelengara kegiatan dari Dinas Pendidikan terkait
4.
Tim pengembang dan Tim Teknis dari dari Pusat Kurikulum
dan Perbukuan
F.
Langkah dan Waktu
Pelaksanaan Kegiatan
1. Penyusunan Desain
Aktifitas
dimulai dengan presentasi konsep desain (pendahuluan, kajian teori, dan
metodologi pelaksanaan kegiatan) oleh nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan
keahlian dengan nara sumber. Kegiatan ini mencakup rancangan
kegiatan, identifikasi berbagai karakteristik satuan pendidikan, peserta didik,
dan daerahnya berdasarkan status sosial ekonomi, kemampuan dan potensinya,
kebutuhan dan ciri-ciri atau karakteristik khas lainnya, untuk menetapkan fokus
dan jumlah sasaran kegiatan.
Karena
proses kegiatan membutuhkan partisipasi aktif berbagai pihak dan produk hasil
akhir kegiatan akan digunakan oleh berbagai pihak sehingga paling efektif
diselenggarakan di luar jam kerja.
Tempat kegiatan di kantor. Rincian peserta
kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/struktural/fungsional dan penunjang sebanyak 20 orang x 2 model mewakili
jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas dan dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran. Di antara jumlah tersebut terdapat praktisi/pendidik/dinas
pendidikan 10 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas
dan dikmen
·
Nara sumber 3
orang x 2 model dari Jakarta dan dlm Jawa dari unsur perguruan tinggi, unit
kerja internal dan lintas kementerian, jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas
dan dikmen, serta keahlian mata pelajaran, psikologi belajar, konten dan
penilaian
2.
Kajian Konsep dan Kebutuhan Lapangan di satuan
pendidikan
Kegiatan dimulai dengan penyusunan naskah
bahan masukan dan presentasi konsep dan hasil analisis kurikulum oleh tim nara
sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan
nara sumber. Kegiatan meliputi identifikasi masalah dan
kebutuhan satuan pendidikan untuk memilih dan mengembangkan kurikulum yang
lebih sesuai dengan karakteristik, potensi, kondisi geografis dan demografis,
serta kebutuhan satuan pendidikan. Hasil
langkah kegiatan ini berupa data dan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam
pengembangan naskah model kurikulum.
Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar
Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi
mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·
Tenaga
teknis/penunjang/praktisi sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·
Praktisi/pendidik/dinas
pendidikan daerah 25 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan,
lembaga terkait lainnya.
3.
Penyusunan Kerangka dan Pengembangan Model di
satuan pendidikan
Pengembangan model merupakan tahapan utama
dalam penyusunan model kurikulum secara keseluruhan. Kualitas dan volume dalam
kegiatan ini ditentukan oleh kuantitas dan kedalaman beban kompetensi dalam
Standar Isi dan SKL, serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan real dari
satuan pendidikan. Pengembangan dan penulisan setiap model dilaksanakan di
tempat satuan pendidikan. Hasil langkah kegiatan ini berupa naskah awal model.
Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar
Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber daerah melalui berbagi gagasan, pengalaman dan
keahlian dengan nara sumber sebanyak 2 orang x 2 model provinsi
mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran.
·
Praktisi/pendidik/dinas
pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI,
dikdas, dikmen, lembaga terkait lainnya.
4.
Review Model di satuan pendidikan
Kegiatan dimulai dengan penyusunan bahan
review dan presentasi hasil analisis kurikulum yang telah dikembangkan oleh tim
nara sumber. Draft awal naskah perlu direview kembali untuk dikaji, ditelaah
dan disempurnakan agar lebih sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan
karakteristiknya.
Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar
Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan
nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi mewakili
jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·
Tenaga
teknis/penunjang/ahli sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·
Praktisi/pendidik/dinas
pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI,
dikdas, dikmen, lembaga terkait lainnya.
5.
Ujicoba Model di
satuan pendidikan
Model
kurikulum merupakan model yang akan dijadikan acuan satuan pendidikan (sekolah)
dalam menyusun kurikulum, silabus dan sarana pembelajaran dan juga mungkin akan
diadaptasi atau diadopsi oleh satuan pendidikan lain. Sehingga model ini harus
memenuhi kualitas dan fleksibel digunakan sebagai referensi oleh satuan
pendidikan yang beragam kondisi, kebutuhan dan karakteristiknya secara meluas.
Kegiatan dimulai dengan penyusunan bahan
masukan ujicoba dan presentasi konsep kurikulum, konsep implementasi kurikulum
dan model penilaiannya oleh tim nara sumber
melalui berbagi gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber. Model ini perlu dikaji, diuji kelayakannya
oleh berbagai stakeholder, terutama yang akan menggunakan model ini. Untuk itu
perlu dikaji dan diujicoba sesuai dengan karakteristik setiap model kurikulum,
silabus mata pelajaran atau sarana pendukung pembelajaran yang dikembangkan.
Langkah ujicoba model diperlukan untuk mendapatkan data, informasi dan masukan
mengenai kelayakan model. Masukan hendaknya mewakili sebagian besar pengguna
yang akan menggunakan model ini dari segi kondisi budaya, sosial ekonomi
sekolah dan daerah, kebutuhan maupun ciri khas setiap sekolah. Ujicoba model di
selenggarakan di tempat satuan pendidikan terpilih. Hasil langkah kegiatan ini
berupa naskah masukan-masukan yang berkenaan dengan kelayakan implementasi
model.
Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar
Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi
mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·
Tenaga
teknis/penunjang/ahli sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·
Praktisi/pendidik/dinas
pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI,
dikdas, dikmen, lembaga terkait lainnya.
6. Penelaahan dan Perbaikan Model di satuan pendidikan
Hasil pengembangan model tentu perlu telaah
secara kualitatif maupun kuantitatif. Fokus penelaahan ditekankan, terutama
untuk mendapatkan data penyempurnaan model agar lebih praktis, layak digunakan
sebagai referensi bagi satuan pendidikan. Kegiatan dimulai dengan presentasi
hasil telaah model kurikulum yang dikembangkan dan telah diujicoba oleh tim
nara sumber dan penyusunan naskah final. Revisi model dilakukan untuk
mengakomodasi masukan-masukan dari stakeholder dengan menggunakan kriteria yang
dihasilkan berdasarkan analisis hasil pengembangan model dan pelaksanaan hasil
ujicoba. Kegiatan diselenggarakan dengan melibatkan peserta setempat, tim
kegiatan dan nara sumber melalui berbagi
gagasan, pengalaman dan keahlian dengan nara sumber. Hasil langkah kegiatan
ini berupa Naskal model final yang sudah ditelaah dan diperbaiki.
Tempat kegiatan di 2 daerah: Jawa dan luar
Jawa. Rincian peserta kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/fungsional/ahli sebagai nara sumber sebanyak 3 orang x 2 model provinsi
mewakili jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas, dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran/psikologi belajar/penilaian/pedagogik.
·
Tenaga
teknis/penunjang/ahli sebanyak 1 orang x 2 provinsi
·
Praktisi/pendidik/dinas
pendidikan daerah 24 orang x 2 model mewakili jenjang/satuan pendidikan,
lembaga terkait lainnya.
7.Penyusunan Laporan
Laporan pengembangan model mencakup deskripsi
dari tahap identifikasi sampai diperoleh model yang telah disempurnakan.
Kegiatan diselenggarakan peserta mewakili guru, kepala sekolah, komite sekolah,
pengawas, dan unit utama terkait. Hasil langkah kegiatan ini berupa naskah
laporan pengembangan model beserta lampirannya.
Karena
produk hasil akhir kegiatan berupa naskah model final akan digunakan oleh
berbagai pihak sehingga harus dilakukan
editing/koreksi, pemeriksaan/verifikasi naskah, pengetikan, desain kulit,
ilustrasi, proofreader, setting dan layout, dan penyeliaan naskah.
Tempat kegiatan di kantor. Rincian peserta
kegiatan adalah:
·
Tenaga
teknis/struktural/fungsional dan penunjang sebanyak 15 orang x 2 model mewakili
jenjang/satuan pendidikan PAUDNI, dikdas dan dikmen serta keahlian bahan
kajian/mata pelajaran
·
Penyedia
jasa/praktisi/pendidik yang profesional dalam percetakan untuk melakukan naskah
CRC sebanyak 20 eksemplar x 2 model.
Matriks pelaksanaan kegiatan dan sifat biaya
untuk menghasilkan output model kurikulum dan pembelajaran adalah
sebagai berikut.
NO
|
KEGIATAN
|
BULAN
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
||
1
|
Penyusunan Desain
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Kajian
Konsep dan Kebutuhan Lapangan di satuan pendidikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Penyusunan Kerangka dan Pengembangan Model di satuan pendidikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Review
Model di satuan pendidikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Ujicoba
Model di satuan pendidikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Penelaahan dan Perbaikan Model di satuan pendidikan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Penyusunan Laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
A.
Pengertian
Permendikbud No.
61 Tahun 2014) tentang KTSP menyatakan bahwa :KTSP adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan,
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan pedoman implementasi Kurikulum. KTSP
dikembangkan oleh satuan pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah,
dan kemudian disahkan oleh kepala dinas pendidikan atau kantor kementerian
agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
Dalam menyusun
KTSP, selain berkenaan dengan aspek teknis tetapi yang tak kalah pentingnya,
kepala sekolah para guru perlu memiliki wawasan dan pemahaman yang benar dan
luas mengenai Kurikulum 2013. Wawasan tersebut akan memandu kepala sekolah dan
para guru dalam mengembangkan visi, misi, pengembangan mata pelajaran dan
struktur. Wawasan itu akan menghasilkan visi dan misi yang jelas apa yang
dimaksudkan (clarity), memiliki makna bagi sekolah (meaningfulness), mungkin tercapai (feasible), dan menjadi
kepedulian setiap anggota warga sekolah (pimpinan, guru, tenaga kependidikan,
peserta didik, dan tenaga administrasi).
Implementasi
KTSP adalah dalam bentuk proses pembelajaran baik di kelas mau pun di
lingkungan sekolah dan lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan KTSP dimulai dengan
pengembangan RPP, dilanjutkan dengan proses pembelajaran, pembinaan/konsultasi
peserta didik, penilaian hasil belajar, kegiatan pengisian rapor dan
pembagiannya, dan diakhir dengan evaluasi pelaksanaan KTSP. Evaluasi KTSP
setiap semester merupakan masukan balik untuk evaluasi pencapaian visi dan
misi.
B.
Komponen KTSP
Komponen
KTSP meliputi 3 dokumen.Dokumen 1 yang disebut dengan Buku I KTSP berisi
sekurang-kurangnya visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan
kalender pendidikan. Dokumen 2 yang disebut dengan Buku II KTSP berisi silabus
dan dokumen 3 yang disebut dengan Buku III KTSP berisi rencana pelaksanaan
pembelajaran yang disusun sesuai potensi, minat, bakat, dan kemampuan peserta
didik di lingkungan belajar. Penyusunan Buku I KTSP menjadi tanggung jawab
kepala sekolah/madrasah, sedangkan penyusunan Buku III KTSP menjadi tanggung
jawab masing-masing tenaga pendidik.Buku II KTSP sudah disusun oleh Pemerintah.
1.
Dokumen I
sekurang-kurangnya berisi :Visi, Misi, dan Tujuan:
Visi adalah cita-cita bersama
pada masa mendatang dari warga satuan pendidikan, yang dirumuskan berdasarkan
masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
Misi adalah sesuatu yang
harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran visi yang telah
ditetapkan dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi rujukan bagi penyusunan
program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, dengan berdasarkan masukan
dari seluruh warga satuan pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah
gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu maksimal
4 (empat) tahun oleh setiap satuan pendidikan dengan mengacu pada karakteristik
dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan, satuan
pendidikan dapat melakukan evaluasi.
a.
Visi Satuan
Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan
dan menetapkan visi serta mengembangkannya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh satuan pendidikan berkaitan dengan visi satuan pendidikan,
yaitu:
·
dijadikan sebagai
cita-cita bersama warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan
pada masa yang akan datang;
·
mampu memberikan
inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada warga satuan pendidikan dan segenap
pihak yang berkepentingan;
·
dirumuskan
berdasar masukan dari berbagai warga satuan pendidikan dan pihak-pihak yang
berkepentingan, selaras dengan visi institusi di atasnya serta visi pendidikan
nasional;
·
diputuskan oleh
rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala sekolah/madrasah dengan
memperhatikan masukan komite sekolah/madrasah;
·
disosialisasikan
kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
·
ditinjau dan
dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di
masyarakat.
b.
Misi Satuan
Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan
dan menetapkan misi serta mengembangkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan disusunya misi satuan pendidikan:
·
memberikan arah
dalam mewujudkan visi satuan pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional;
·
merupakan tujuan
yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu;
·
menjadi dasar
program pokok satuan pendidikan;
·
menekankan pada
kualitas layanan peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan oleh satuan
pendidikan;
·
memuat pernyataan
umum dan khusus yang berkaitan dengan program satuan pendidikan;
·
memberikan
keluwesan dan ruang gerak pengembangan kegiatan satuan-satuan unit satuan
pendidikan yang terlibat;
·
dirumuskan
berdasarkan masukan dari segenap pihak yang berkepentingan termasuk komite
sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala
sekolah/madrasah;
·
disosialisasikan
kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan;
·
ditinjau dan
dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan dan tantangan di
masyarakat.
c.
Tujuan Satuan
Pendidikan
Satuan Pendidikan merumuskan
dan menetapkan tujuan serta mengembangkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan tujuan satuan pendidikan:
·
menggambarkan
tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan);
·
mengacu pada
visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan
masyarakat;
·
mengacu pada
standar kompetensi lulusan yang sudah ditetapkan oleh satuan pendidikan dan
Pemerintah;
·
mengakomodasi
masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk komite
sekolah/madrasah dan diputuskan oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala
sekolah/madrasah;
·
disosialisasikan
kepada warga satuan pendidikan dan segenap pihak yang berkepentingan.
C.
Muatan KTSP
Berdasarkan Permendikbud
Nomor 61 Tahun 2014, KTSP memiliki muatan:Muatan Kurikulum pada Tingkat
Nasional, Muatan Kurikulum pada Tingkat Daerah, Muatan Kekhasan Satuan
Pendidikan, Muatan Keunggulan Lokal. Muatan
KTSP terdiri atas muatan nasional dan muatan lokal. Muatan KTSP diwujudkan
dalam bentuk struktur kurikulum satuan pendidikan dan penjelasannya.
1. Muatan nasional
Muatan kurikulum pada tingkat
nasional terdiri atas kelompok mata pelajaran A, kelompok mata pelajaran B, dan
khusus untuk SMA/MA/SMK/MAK ditambah dengan kelompok mata pelajaran C
(peminatan), termasuk bimbingan konseling dan ekstrakurikuler wajib pendidikan
kepramukaan.
2. Muatan lokal
Muatan lokal adalah salah satu
muatan untuk KTSP. Pada jenjang pendidikan dasar, muatan local menjadi
tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Pada jenjang pendidikan menengah,
muatan local menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi. Tim pengembang
kurikulum tingkat propinsi perlu melakukan analisis kebutuhan mengenai kualitas
atau kemampuan apa yang harus dikembangkan setiap satuan pendidikan di
wilayahnya. Misalkan,kemampuan bahasa daerah untuk suatu propinsi yang memiliki
bahasa daerah yang digunakan sebagian terbesar penduduk propinsi tersebut.
Kemampuan lain, misalkan, budaya tertentu yang menjadi ciri dari propinsi
tersebut dan digunakan oleh sebagian besar penduduk propinsi.
Muatan lokal yang dikembangkan
oleh pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
dan/atau satuan pendidikan dapat berbentuk sejumlah bahan kajian terhadap
keunggulan dan kearifan daerah tempat tinggalnya yang menjadi: 1) bagian mata
pelajaran kelompok B; dan/atau; 2) mata pelajaran yang berdiri sendiri pada kelompok
B sebagai mata pelajaran muatan lokal dalam hal pengintegrasian tidak dapat
dilakukan. Bimbingan konseling dapat diselenggarakan melalui tatap muka di
kelas sebagai muatan kurikulum yang ditetapkan pada tingkat satuan pendidikan
Demikian pula halnya dengan
kebutuhan tingkat kabupaten/kota. Mungkin saja apa yang diperlukan di suatu
kabupaten/kota dalam budaya, sosial, ekonomi atau teknologi berbeda dari apa
yang diperlukan propinsi. Di sebuah kabupaten yang jauh dari kota, kesulitan
dalam transportasi, memiliki potensi kuat dalam pengembangan suatu aspek
budaya, sosial, dan ekonomi maka ciri-ciri tersebut dapat dikembangkan menjadi
materi/KD muatan local atau bahkan mata pelajaran muatan local. Pada jenjang
yang berbeda tetapi dalam kondisi yang sama suatu satuan pendidikan dapat
mengembangkan kajian tertentu yang diperlukan masyarakat di sekitar atau oleh
peserta didik tertentu. Dalam suatu proyek UNDP di Lampung setiap satuan
pendidikan mengembangkan tanaman dan ternak yang berbeda: ada yang menanam
cabe, jahe, bawang putih, bawang merah tetapi ada juga yang mengembangkan
peternakan kelinci, kambing bahkan sampai sapi. Penentuan apa yang dilakukan
oleh satu satuan pendidikan didasarkan pada kebutuhan masyarakat setempat dan
minat peserta didik.
Muatan keunggulan lokal adalah
muatan yang memanfaatkan keunggulan lokal yang menekankan pada aspek budaya,
ekonomi, bahasa, ekologi, dan lain lain, yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik. Muatan-muatan tersebut merupakan perwujudan
dari konsep mengenai pelayanan yang perlu dilakukan suatu kurikulum.
D.
Pengaturan Beban Belajar dan Beban Kerja sebagai Pendidik
Beban belajar diatur dalam
Sistem Paket atau Sistem Kredit Semester:
1.
Sistem Paket
Beban belajar dengan sistem
paket sebagaimana diatur dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan
merupakan pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat
pada semester gasal dan genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada
sistem paket terdiri atas pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri.
Beban belajar penugasan
terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 40% untuk SD/MI, maksimal 50% untuk
SMP/MTs, dan maksimal 60% untuk SMA/MA/SMK/MAK dari waktu kegiatan tatap muka
mata pelajaran yang bersangkutan.
2. Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester (SKS) dapat diselenggarakan
pada SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang terakreditasi A dari
BAN S/M.
Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit
semester (sks).
Beban belajar kegiatan tatap
muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang
menggunakan SKS mengikuti aturan sebagai berikut:
·
Pada SMP/MTs 1
(satu) sks terdiri atas: 40 menit kegiatan tatap muka, 40 menit kegiatan
terstruktur, dan 40 menit kegiatan mandiri.
·
Pada
SMA/MA/SMK/MAK 1 (satu) sks terdiri atas: 45 menit kegiatan tatap muka, 45
menit kegiatan terstruktur, dan 45 menit kegiatan mandiri.
3. Beban Belajar Tambahan
Satuan pendidikan boleh
menambah beban belajar berdasarkan pertimbangan kebutuhan belajar peserta didik
dan/atau kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang dianggap
penting oleh satuan pendidikan dan/atau daerah, atas beban pemerintah daerah atau satuan
pendidikan yang menetapkannya.
E.
Kalender Pendidikan
Kurikulum
satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan
mengikuti kalender pendidikan.Kalender pendidikan merupakan pengaturan waktu
untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang
mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran
efektif, dan hari libur.
1.
Permulaan Tahun
Ajaran
Permulaan
tahun ajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun
ajaran pada setiap satuan pendidikan.
2. Pengaturan Waktu Belajar
Efektif
·
Minggu efektif
belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun ajaran
pada setiap satuan pendidikan,
·
Waktu
pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu yang meliputi
jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal,
ditambah jumlah jam untuk kegiatan lain yang dianggap penting oleh satuan
pendidikan, yang pengaturannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi daerah.
3. Pengaturan Waktu Libur
Penetapan waktu libur
dilakukan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik
nasional maupun daerah. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda
antarsemester, libur akhir tahun ajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum
termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
Alokasi
waktu minggu efektif belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada
Tabel berikut ini.
Tabel 1: Alokasi Waktu pada Kalender Pendidikan
NO
|
KEGIATAN
|
ALOKASI
WAKTU
|
KETERANGAN
|
1.
|
Minggu
efektif belajar reguler setiap tahun
(Kelas
I-V, VII-VIII, X-XI)
|
Minimal
36 minggu
|
Digunakan
untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan
|
2.
|
Minggu
efektif semester ganjil tahun terakhir setiap satuan pendidikan (Kelas VI,
IX, dan XII)
|
Minimal
18 minggu
|
|
3.
|
Minggu
efektif semester genap tahun terakhir setiap satuan pendidikan (Kelas VI, IX,
dan XII)
|
Minimal
14 minggu
|
|
4.
|
Jeda
tengah semester
|
Maksimal
2 minggu
|
Satu
minggu setiap semester
|
5.
|
Jeda
antarsemester
|
Maksimal
2 minggu
|
Antara
semester I dan II
|
6.
|
Libur
akhir tahun ajaran
|
Maksimal
3 minggu
|
Digunakan
untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun ajaran
|
7.
|
Hari
libur keagamaan
|
Maksimal
4 minggu
|
Daerah
khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya
sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran
efektif
|
8.
|
Hari
libur umum/nasional
|
Maksimal
2 minggu
|
Disesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah
|
9.
|
Hari
libur khusus
|
Maksimal
1 minggu
|
Untuk
satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
|
10.
|
Kegiatan
khusus satuan pendidikan
|
Maksimal
3 minggu
|
Digunakan
untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh satuan pendidikan tanpa
mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
|
F.
Acuan Konseptual
Secara
konseptual, pengembangan KTSP mengacu kepada:
1.
Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak Mulia
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi
dasar pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh.KTSP disusun agar
semua mata pelajaran dapat meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia.
2.
Toleransi dan
Kerukunan Umat Beragama
Kurikulum dikembangkan untuk
memelihara dan meningkatkan toleransi dan kerukunan interumat dan antarumat
beragama.
3.
Persatuan
Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun
karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting
bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI.Oleh
karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap kebangsaan
serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI.
4.
Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Bakat, dan Minat sesuai dengan
Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
Pendidikan merupakan proses
holistik/sistemik dan sistematik untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
yang memungkinkan potensi diri (sikap, pengetahuan, dan keterampilan)
berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan
memperhatikan potensi, bakat, minat, serta tingkat perkembangan kecerdasan;
intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
5.
Kesetaraan Warga
Negara Memperoleh Pendidikan Bermutu
Kurikulum diarahkan kepada
pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang holistik dan berkeadilan
dengan memperhatikan kesetaraan warga negara memperoleh pendidikan bermutu.
6.
Kebutuhan Kompetensi Masa Depan
Kompetensi peserta didik yang
diperlukan antara lain berpikir kritis dan membuat keputusan, memecahkan masalah
yang kompleks secara lintas bidang keilmuan, berpikir kreatif dan
kewirausahaan, berkomunikasi dan berkolaborasi, menggunakan pengetahuan
kesempatan secara inovatif, mengelola keuangan, kesehatan, dan tanggung jawab
warga negara.
7.
Tuntutan Dunia
Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat
mendukung tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan
dan mempunyai kecakapan hidup.Oleh sebab itu, kurikulum perlu mengembangkan
jiwa kewirausahaan dan kecakapan hidup untuk membekali peserta didik dalam
melanjutkan studi dan/atau memasuki dunia kerja.Terlebih bagi peserta didik
pada satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
8.
Perkembangan
Ipteks
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak
global yang membawa masyarakat berbasis pengetahuan di mana Ipteks sangat
berperan sebagai penggerak utama perubahan.Pendidikan harus terus menerus
melakukan penyesuaian terhadap perkembangan Ipteks sehingga tetap relevan dan
kontekstual dengan perubahan.Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan
secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ipteks.
9.
Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah serta Lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi,
kebutuhan, tantangan, dan karakteristik lingkungan.Masing-masing daerah
memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman
hidup sehari-hari.Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut
untuk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah
dan lingkungan.
10.
Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi,
kurikulum adalah salah satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang
dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan
nasional.Untuk itu, kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan daerah dan nasional.
11.
Dinamika
Perkembangan Global
Kurikulum dikembangkan untuk
meningkatkan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting
ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin
dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai
kemampuan untuk hidup berdampingan dengan bangsa lain.
12.
Kondisi Sosial
Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat
ditumbuhkembangkan terlebih dahulu sebelum mempelajari budaya dari daerah dan
bangsa lain.
13.
Karakteristik
Satuan Pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan
kondisi dan ciri khas satuan pendidikan.
G.
Prinsip Pengembangan
Prinsip
pengembangan KTSP:
1.
Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya pada masa kini dan yang akan datang.
2.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan pada masa
kini dan yang akan datang. Memiliki posisi sentral berarti bahwa kegiatan
pembelajaran harus berpusat pada peserta didik.
3.
Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada
proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan kemampuan peserta didik
untuk belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara
unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan
kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
4.
Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi
kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan) bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antarjenjang pendidikan.
H.
Prosedur Operasional
Prosedur
operasional pengembangan KTSP sekurang-kurangnya meliputi:
1. Analisis
mencakup:
· analisis ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai Kurikulum;
· analisis kebutuhan peserta
didik, satuan pendidikan, dan lingkungan; dan
· analisis ketersediaan sumber
daya pendidikan.
2. Penyusunan
mencakup:
·
perumusan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan;
·
pengorganisasian muatan kurikuler satuan pendidikan;
·
pengaturan beban belajar peserta didik dan beban kerja pendidik tingkat
kelas;
·
penyusunan kalender pendidikan satuan pendidikan;
·
penyusunan silabus muatan atau mata pelajaran muatan lokal; dan
·
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran setiap muatan pembelajaran.
3. Penetapan
dilakukan kepala sekolah/madrasah berdasarkan hasil rapat dewan pendidik satuan
pendidikan dengan melibatkan komite sekolah/madrasah.
4. Pengesahan
dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
I.
Mekanisme Penyusunan KTSP
1. Pengembangan
Pengembangan
KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan satuan pendidikan.Kegiatan ini
dapat berbentuk rapat kerja satuan pendidikan dan/atau kelompok satuan
pendidikan yang iselenggarakan sebelum tahun ajaran baru.
Tahap
kegiatan pengembangan KTSP secara garis besar meliputi: (1) penyusunan draf
berdasarkan analisis konteks; (2) reviu, revisi, dan finalisasi; serta (3)
pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Langkah yang lebih rinci dari
masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim pengembang kurikulum
satuan pendidikan.
Dinas
pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya berkewajiban melakukan koordinasi dan supervisi.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan
KTSP merupakan tanggung jawab bersama seluruh unsur satuan pendidikan yakni
kepala sekolah/madrasah, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
3. Daya Dukung
Daya
dukung pengembangan dan pelaksanaan KTSP meliputi:
·
Kebijakan
Satuan Pendidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP merupakan kewenangan
dan tanggung jawab penuh dari satuan pendidikan. Oleh karena itu untuk dapat
mengembangkan dan melaksanakan KTSP diperlukan kebijakan satuan pendidikan yang
ditetapkan dalam rapat satuan pendidikan dengan melibatkan komite
sekolah/madrasah baik langsung maupun tidak langsung.
· Ketersediaan
Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP merupakan proses
perwujudan kurikulum yang sesungguhnya. Oleh karena itu tenaga pendidik
merupakan unsur yang mutlak diperlukan dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai. Selain itu tenaga kependidikan pada masing-masing satuan pendidikan
sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan KTSP.
· Ketersediaan
Sarana dan Prasarana Satuan Pendidikan
Pengembangan dan pelaksanaan KTSP memerlukan dukungan
berupa ketersediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan. Yang termasuk
sarana satuan pendidikan adalah segala kebutuhan fisik, sosial, dan kultural
yang diperlukan untuk mewujudkan proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Selain itu unsur prasarana seperti lahan, gedung/bangunan, prasarana olahraga
dan prasarana kesenian, serta prasarana lainnya sangat diperlukan sebagai unsur
penunjang yang memberikan kemudahan pelaksanaan KTSP.
J.
Pihak yang Terlibat
Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan KTSP antara
lain :
1. Tim pengembang
kurikulum satuan pendidikan terdiri atas: tenaga pendidik, konselor dan kepala
sekolah/madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan pengembangan
KTSP, tim pengembang kurikulum satuan pendidikan dapat mengikutsertakan komite
sekolah/madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait.
2. Dinas
pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya melakukan koordinasi dan supervisi.
BAB III.
IMPLEMENTASI
PANANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER ANTIKORUPSI MELALUI KTSP DI SATUAN
PENDIDIKAN
A.
Internalisasi
Nilai-Nilai Karakter Antikorupsi melalui KTSP
Sekolah sebagai satuan pendidikan mempunyai makna
bahwa setiap sekolah memiliki suatu komunitas yang diikat oleh kepentingan
bersama, kepedulian bersama dan peraturan-peraturan dlam menjalankan fungsi
pelayanan pendidikan kepada masyarakat sekitarnya. Konsep-konsep seperti
sekolah sebagai “centre of excellence”, “centre of cultural development”,
“centre of innovation” dan sebagainya menempatkan sekolah dalam fungsi satuan
pendidikan yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya. Dalam
istilah-istilah itu terkandung harapan bahwa sekolah sebagai satuan pendidikan
memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan masyarakat di sekitarnya.
Dalam pengertian yang demikian maka sekolah tidak
boleh terpisah dari masyarakat dan perkembangan yang terjadidi masyarakat.
Sekolah adalah lembaga yang hadir dalam interaksi dengan lembaga
sosial-budaya-ekonomi dan aktif berperan meningkatkan kualitas hidup masyarakat
di sekitarnya (rekonstruksi sosial). Dengan perkataan lain, sekolah perlu
memiliki program pendidikan (kurikulum) yang dapat mempersiapkan anggota
masyarakat baru (peserta didik) yang memiliki kemampuan memperbaiki
permasalahan yang ada dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
Pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari pendidikan karakter. Dengan kata lain, pendidikan antikorupsi
adalah pendidikan karakter yang memberikan penekanan pada 9 nilai antikorupsi
yang dikembangkan oleh KPK, yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja
keras, sederhana, mandiri, adil, berani, dan peduli. Kesembilan nilai tersebut
menjadi bagian dari 18 nilai pendidikan karakter yang telah dikembangkan dan
diimplementasikan sebelumnya di sekolah. Keterkaitan antara nilai-nilai
pendidikan karakter dan nilai-nilai antikorupsi dibahas secara lebih rinci pada bab IV.
Sebagaimana halnya dengan pendidikan karakter, pendidikan antikorupsi bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan antikorupasi merupakan usaha menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu
bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya. Untuk itu, pendidikan antikorupsi harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral
knowing), perasaan yang baik (loving good ) atau moral feeling dan perilaku yang baik (moral
action), sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta
didik.
Perilaku atau tindakan korupsi di samping akibat
dari ketidaktahuan pelakunya terhadap dampak
tindakannya kepada kehidupan
masyarakat secara keseluruhan, juga menyangkut kebiasaan, sikap mental, dan
adanya kesempatan, maka pencegahan berkembangnya sikap mental yang demikian
harus dilakukan melalui proses enkulturasi atau pembudayaan.
Dalam proses pembudayaan, di samping pembiasaan, hal
terpenting lainnya adalah keteladanan dari pimpinan sekolah, pendidik dan
tenaga kependidikan sehingga pada gilirannya para peserta didik juga mampu
menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Dalam konteks inilah pendidikan
antikorupsi diimplementasikan dalam bentuk internalisasi nilai-nilai
antikorupsi kepada peserta didik melalui seluruh kegiatan sehari-hari di
sekolah. Pendidikan antikorupsi dilakukan secara holistik dan menyeluruh
melalui proses pembelajaran di kelas dan luar kelas, kegiatan keseharian
peserta didik dan kegiatan belajar, integrasi ke dalam mata pelajaran, muatan
lokal, dan pengembangan diri.
Penginternalisasian
nilai-nilai dapat diawali dengan penegakandisiplin berdasarkan aturan, kode etik, dan tata tertib sekolah secara konsisten kepada semua warga sekolah. Dengan kata lain, penegakan
disiplin tidak hanya berlaku ketat bagi
peserta didik, tetapi juga bagi unsur pimpinan, manajemen, dan para pendidik
dan tenaga kependidikan lainnya sebagai suri teladan bagi peserta didik.
Pembudayaan nilai-nilai antikorupsi juga dapat
dilakukan dengan terus berkomitmen untuk selalu berlaku jujur, disiplin, dan
bertangung jawab dalam segala hal, mulai dari penyelenggaraan manajemen, proses
pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan lain yang dilaksanakan dalam rangka
pengasuhan dan pembinaan kepada peserta didik, misalnya penilaian yang jujur,
sportif dalam lomba, berani menolak segala bentuk pemberian hadiah yang akan
mempengaruhi keputusan, jika ada ucapan terimakasih dari orang tua peserta didik
kepada guru, hadiah tersebut disampaikan secara terbuka dan dikumpulkan oleh
kepala sekolah untuk kesejahteraan
bersama.
Dalam proses pembelajaran, jika eksistensi diri secara
pedagogi sudah dipahami oleh para pendidik, orang tua, dan masyarakat, maka
jadikanlah eksistensi diri itu sebagai dasar-dasar pendidikan agar dapat
menguatkan jati diri setiap peserta didik.
Harapannya peserta didik menjadi orang yang
berbudaya integritas, yaitu orang-orang yang memiliki keselarasan antara
pikiran, ucapan, tindakan, dan hati nurani. Upaya ini diiringi dengan memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak-hak mereka dalam
membangun kehidupan yang berintegritas dan bermartabat. Hal ini dapat terwujud
apabila proses pendidikan dilakukan dengan pembelajaran yang bermakna dan
mencerdaskan.
Para peserta didik harus betul-betul diyakinkan
bahwa apa-apa yang mereka terima dalam pembelajaran adalah hal-hal yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan mereka nanti. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi dengan kontrol diri yang kuat. Ini berarti bahwa implementasi pendidikan
anti korupsi pada dasarnya adalah upaya mengembalikan pendidikan pada fungsi
yang sebenarnya, yaitu membangun kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif
secara utuh. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh potensi melalui
berbagai kegiatan pembelajaran misalnya simulasi, reflekuhan indra
peserta didik melalui berbagai kegiatan seperti: eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan
pembiasaan yang dilaksanakan secara rutin, terprogram, dan spontanitas di sekolah.
Melalui cara-cara itu energi aktif-positif yang muncul dari dalam diri
peserta didik sebagai individu akan terbangunsecara kokoh dan solid. Itulah makna sejatinya pendidikan yang dapat
menangkis budaya korupsi yang saat ini tumbuh merajalela.
Berikut contoh tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan oleh sekolah sehingga terhindar dari perbuatan tindak korupsi atau
perbuatan lain yang mendorong munculnya kebiasaan korupsi.
Contoh Tindakan Pencegahan
Terjadinya Tindakan Korupsi, Gratifikasi/Suap
Titik Rawan Terjadinya
Tindakan Korupsi atau Tindakan Lain yang Mendorong Munculnya Perilaku Korupsi
|
Contoh Tindakan Pencegahan
|
Penyusunan, penetapan, dan pengesahan rencana kerja menengah dan tahunan
sekolah
|
Semua pihak terutama sekolah
memiliki komitmen yang kuat untuk konsisten dengan aturan yang berlaku,
berpegang teguh pada kode etik yang telah disepakati bersama dan transparan dalam setiap tahapan proses
mulai dari penyusunan, pembahasan,
penetapan rencana kegiatan, anggaransekolah, dan penyusunan
pelaporannya
|
Proses pengadaan barang dan jasa
di sekolah
|
Semua pihak terutama panitia dan rekanan sama-sama berkomitmen untuk
konsisten dengan aturan yang berlaku, memegang teguh kode etik pengadaan
barang dan jasa, serta transparan dalam setiap tahapan proses pengadaan
barang/jasa di sekolah
|
Penerimaan, penempatan, promosi, dan mutasi pendidik dan tenaga kependidikan
|
Sekolah memiliki peraturan, tata tertib, dan kode etik dalam penerimaan,
penempatan, promosi, dan mutasi pendidik dan tenaga kependidikan. Pertauran
tersebut harus disampaikan secara terbuka sehingga mudah diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.
|
|
Semua pihak terutama pejabat terkait dan pendidik serta tenaga
kependidikan yang bersangkutan sama-sama berkomitmen dan konsisten dengan
aturan yang berlaku, memegang kode etik yang telah disepakati bersama,dan
transparan dalam setiap proses termasuk yang berkaitan dengan persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi
|
|
Pejabat yang berwenang harus konsisten dengan aturan, tata tertib, kode
etik dan menggunakan pertimbangan
obyektif dalam memberikan tugas, serta tidak boleh pilih kasih
|
Penerimaan peserta didik baru, kenaikan kelas, dan mutasi peserta didik
|
Sekolah menetapkan syarat-syarat, aturan, tata tertib dan kode etik yang
yang harus dipenuhi oleh calon peserta didik baik yang mau masuk sebagai
peserta didik baru ataupun pindahan dari sekolah lain.
|
|
Semua syarat-syarat, aturan, dan kode etik penerimaan peserta didik baru
dan pindahan dari sekolah lain harus diumumkan secara terbuka dan
informasinya mudah diakses oleh semua pihak yang berkepentingan.
|
|
Syarat-syarat untuk kenaikan kelas dan penentuan kelulusan harus
diumumkan secara terbuka dan menjadi kesepkatan bersama (kontrak belajar) antara pendidik dengan peserta didik dan orang
tua sejak awal tahun pelajaran
|
|
Sistem administrasi dan pendokumentasian harus rapih dan tertib
|
|
Semua pihak, terutama kepala sekolah, pendidik dan tenaga pendidik harus konsisten dalam menerapkan aturan
sehingga terhindar dari penyimpangan
|
|
Penyampaian komitmen (pakta integritas) bersama untuk selalu konsisten
pada aturan dalam setiap kegiatan
|
Kegiatan belajar mengajar
|
Pada setiap pembelajaran awal di
tahun pelajaran baru atau di semester baru, setiap pendidik menyampaikan
tujuan dan sasaran pembelajaran, proses yang harus diikuti, serta berbagai
tata tertib, kode etik yang harus ditaati bersama.
|
|
Semua pendidik harus merumuskan kontrak belajar bersama-sama dengan
peserta didik pada setiap mengawali pembelajaran.
|
|
Para pendidik memberikan pelayanan yang adil kepada setiap peserta didik (tidak boleh
pilih kasih dengan alasan apapun)
|
|
Para pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk mengutamakan sikap jujur, disiplin,
kerja keras, dan bertanggung jawab dalam melakukan dan menyelesaikan
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab mereka.
|
|
Pendidik berkomitmen untuk tidak mau menerima hadiah atau pemberian
apapun dari orang tua peserta didik yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pendidik yang bersangkutan
|
|
Semua hadiah/sumbangan atau ucapan terimakasih dari orang tua peserta
didik diterima secara resmi oleh kepala sekolah dan hadiah-hadiah itu
dikumpulkan untuk dikelola demi kesejahteraan semua pendidik
|
Penyelenggaraan ujian (ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, ulangan kenaikan kelas; dan ujian sekolah serta ujian
nasional)
|
Para pendidik harus berkomitmen untuk konsisten pada aturan-aturan yang
berlaku sehigga menutup kemungkinan
bagi peserta didik untuk berbuat curang, seperti menyontek, menjiplak karya
orang lain dan sebagainya.
|
Para pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk senantiasa jujur,
disiplin, kerja keras, dan bertanggung jawab dalam mengerjakan ulangan, ujian
dan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
|
|
|
Semua pendidik dan tenaga kependidikan berkomitmen untuk tidak menerima
hadiah pemberian dalam bentuk apapun yang akan mempengaruhi keputusan
pendidik terkait dengan pelaksanaan ulangan dan ujian
|
Proses kenaikan dan kelulusan peserta didik
|
Semua pihak di sekolah berkomitmen untuk konsisten menolak semua
pemberian/hadiah/ucapan terimakasih sebelum semua proses selesai dilaksanakan,
atau sebelum keputusan diambil.
|
|
Semua pihak terutama pendidik harus konsisten dan memegang teguh kode
etik pemberian hadiah/ucapan terimakasih, misalnya hadiah diterima setelah
semua proses sudah selesai dan
keputusan sudah final, hadiah tersebut dikumpulkan oleh kepala
sekolah serta digunakan sepenuhnya
untuk kesejahteraan semua pendidik/tenaga kependidikan.
|
Pengawasan/supervisi dan monitoring sekolah
|
Semua pihak memiliki komitmen dan konsisten pada aturan yang berlaku,
memegang teguh kode etik kepengawasan sehingga terhindar dari praktik-praktik
korupsi, gratifikasi dan suap.
|
|
Pengawasan ataupun supervisi dilakukan secara terbuka dan obyektif
|
Penegakkan disiplin dan keteladanan
|
Semua pihak, terutama kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan
berkomitmen untuk selalu datang lebih awal daripada peserta didik, baik pada
saat kedatangan di sekolah, maupun pada saat masuk ke ruang kelas.
|
|
Mengingatkan peserta didik untuk selalu jujur, disiplin, bekerja keras,
berpanampilan sederhana, berani mengakui kesalahan, minta maaf, dan siap
menjadi teladan bagi teman, saudara, orang tua dan masyarakat di sekitar
tempat tinggal.
|
Sebagai upaya pendukung terlaksananya tindakan
pencegahan, semua kegiatan harus diatur
melalui peraturan yang berkekuatan hukum yang dijabarkan ke dalam aturan-aturan
teknis berupa kode etik atau tata tertib yang harus disepakati dan ditaati oleh seluruh warga
sekolah. Semua pihak harus senantiasa
saling mengingatkan untuk konsisten melaksanakan aturan, kode etik, dan tata tertib tersebut, salah satu
contohnya berani menolak segala bentuk
pemberian yang mengarah pada gratifikasi yang berpotensi terjadinya tindakan korupsi. Di samping itu,
pada saat pembelajaran, guru harus senantiasa menanamkan dan membiasakan sikap
jujur, kerja keras, dan tanggung jawab kepada peserta didik. Pada saat ujian,
guru harus senantiasa secara konsisten untuk mencegah tindakan berbuat
curang (nyontek). Semua ini harus
menjadi kebijakan dan komitmen bersama semua warga sekolah dan diumumkan/disosialisasikan secara terbuka kepada
peserta didik serta para orang tua. Di luar itu semua, pelaksanaan manajemen
terutama dalam hal pengelolaan keuangan, sarana dan prasarana serta pembinaan
karir harus selalu terbuka atau transparan.
Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan
antikorupsi tidak dapat dipisahkan dari pendidikan karakter. Pendidikan
karakter menjadi “pondasi” bagi penyelenggaraan pendidikan antikorupsi.
Pemikiran ini dapat digambarkan melalui diagram berikut:
Berdasarkan alur pikir di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter (termasuk
pendidikan antikorupsi) yang dalam
pelaksanaannya harus dilakukan secara koheren dengan beberapa strategi lain.
Strategi tersebut mencakup: sosialisasi atau penyadaran, pemberdayaan,
pembudayaan, dan kerjasama seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter
dilakukan dengan pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan
keluarga, satuan pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, badan legislatif, media
massa, dunia usaha, dunia industri, dan
pelaku kegiatan lainnya.
·
Peran Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan merupakan wahana pembinaan dan
pengembangan kepribadian yang dilakukan
dengan menggunakan (a) pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (b)
pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan kurikuler dan
ekstrakurikuler, serta (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan
satuan pendidikan. Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan
mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi. Salah satu kunci
keberhasilan program pengembangan karakter pada satuan pendidikan adalah
keteladanan dari para pendidik dan tenaga kependidikan. Keteladanan bukan
sekadar sebagai contoh bagi peserta didik, melainkan juga sebagai penguat moral
bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, penerapan
keteladanan di lingkungan satuan pendidikan menjadi prasyarat dalam
pengembangan karakter peserta didik. Dengan demikian, satuan pendidikan dapat
menjadi agen pembawa perubahan (agent of
change) di lingkunganya, mulai dari keluarga, tetangga, dan masyarakat
luas.
·
Peran Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama di mana orang tua
bertindak sebagai pemeran utama dan panutan bagi anak. Proses itu dapat
dilakukan dalam bentuk pendidikan, pengasuhan, pembiasaan, dan keteladanan.
Peran keluarga sebagai wahana
pembelajaran dan pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain
dalam keluarga terhadap anak sebagai anggota keluarga sehingga diharapkan dapat
terwujud keluarga berakhlak mulia yang tecermin dalam perilaku keseharian.
Proses itu dapat dilakukan melalui komunitas keluarga dan partisipasi keluarga
dalam pengelolaan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Pembentukkan
kepribadian dalam lingkup keluarga dapat juga dilakukan kepada komunitas calon
orang tua dengan penyertaan pengetahuan dan keterampilan, khususnya dalam
pengasuhan dan pembimbingan anak.
·
Peran Masyarakat
Masyarakat merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karakter melalui
keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok masyarakat
yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai
kejujuran, kedisiplinan, kepedulian, tanggung jawab dan sebagainya dapat diinternalisasi menjadi perilaku dan
budaya dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah, elit politik, dan dunia
usaha/industri merupakan kelompok representatif dari masyarakat yang harus bersinergi
mendukung keberhasilan pendidikan antikorupsi.
Pendidikan Antikorupsi bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda agar
berbudaya integritas (antikorupsi) melalui berbagai kegiatan di sekolah
termasuk penyelenggaraan manajemen, kegiatan pembelajaran dan pembiasaan agar setiap individu memiliki kemampuan untuk
menghindar, menolak, melawan, atau mencegah segala bentuk tindakan kecurangan
dan tindakan lain yang mengarah pada tindakan korupsi. Secara khusus,
pendidikan antikorupsi bertujuan untuk:
·
Membangun kehidupan sekolah
sebagai bagian dari masyarakat melalui penciptaan lingkungan belajar yang
berbudaya integritas (antikorupsi), yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab,
bekerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, peduli dan bermartabat (dignity);
·
Mengembangkan potensi
kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif sebagai manusia yang memiliki kepekaan hati dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air, serta didukung oleh wawasan kebangsaan yang kuat;
·
Menumbuhkan sikap, perilaku,
kebiasaan yang terpuji sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religius;
·
Menanamkan jiwa kepemimpinan
yang profesional dan bertanggung jawab
sebagai generasi penerus bangsa;
·
Menyelenggarakan manajemen
sekolah secara terbuka, transparan, profesional, dan bertanggung jawab.
B.
Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pendidikan Antikorupsi di Satuan Pendidikan
Sebagai kelanjutan dari jenjang sebelumnya, pada
tingkat menengah, pendidikan antikorupsi bertujuan untuk membekali peserta
didik dalam menuju proses pendewasaan diri secara individu. Sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik yang
menginjak masa remaja, hal penting yang menjadi penekanan adalah penyadaran
terhadap tanggung jawab sebagai individu agar menjadi warga negara yang baik,
amanah, mandiri, sehingga siap untuk dididik menjadi sumber daya manusia yang
profesional, serta siap untuk berpartisipasi
aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Mengutamakan mutu, menghagai prestasi,
menjunjung tinggi harga diri namun tetap rendahati, adil/tidak diskriminatif,
dan menghargai orang lain dalam membina pergaulan.
Sasaran utama dari Pendidikan Antikorupsi adalah lembaga satuan pendidikan yang memiliki
budaya antikorupsi. Lembaga satuan
pendidikan.Budaya antikorupsi dimaksud diperlukan dalam rangka membangun generasi
mendatang yang memiliki integritas sehingga mampu menolak korupsi meskipun ada
kesempatan untuk melakukannya.
Dalam mendidik peserta didik, di samping harus memiliki kemampuan
profesional dan pedagogis, guru sebagai orang yang paling dekat dengan peserta
didik di sekolah, diharapkan mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya dan
masyarakat sekitar. Untuk mewujudkan kinerja para pendidik, perlu didukung oleh
sistem tata kerja organisasi yang didukung oleh manajemen dan kepemimpinan
sekolah yang profesional, handal, transparan dan akuntabel. Tentunya semua itu
akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah
yang mendorong terbentuknya sistem yang kondusif. Di pihak lain, masyarakat
sebagai pemangku kepentingan juga perlu dibekali, disadarkan dan dilibatkan
dalam proses ini. Sasaran pendidikan
antikorupsi secara menyeluruh dapat digambarkan melalui diagram di bawah
ini.
Pendidikan Antikorupsi
pada hakikatnya merupakan bagian dari pendidikan karakter. Sejak akhir tahun
2009, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dengan melibatkan semua komponen dari unsur unit utama di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah menghasilkan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Dalam Panduan itu telah disimpulkan 18 nilai-nilai utama sebagai pembentuk budaya
dan karakter bangsa. Ke-18 nilai tersebut merupakan hasil kristalisasi dari
puluhan nilai-nilai luhur yang berkembang dalam budaya di nusantara ini.
Nilai-nilai luhur tersebut dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori yang
memudahkan satuan pendidikan dalam mengimplementasikannya. Delapan belas nilai
dimaksud diuraikan pada tabel berikut:
Nilai
|
Deskripsi
|
1.Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
2.
Jujur .
|
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
|
3.
Toleransi.
|
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
|
4.
Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
5.
Kerja Keras.
|
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
|
6.
Kreatif .
|
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
7.
Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
|
8.
Demokratis .
|
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
9.
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
|
10.
Semangat Kebangsaan .
|
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
|
11.
Cinta Tanah Air
|
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
|
12.
Menghargai Prestasi .
|
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
|
13.
Bersahabat/Komuniktif
|
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
|
14.
Cinta Damai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
|
15.
Gemar Membaca.
|
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
|
16.
Peduli Lingkungan.
|
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
|
17.
Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
|
18.
Tanggung-jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.
|
Sekolah dapat memilih
beberapa nilai yang dijadikan sebagai prioritas, misalnya kejujuran, disiplin,
tanggung jawab, peduli dan sebagainya. Penetapan prioritas itu didasarkan pada
analisis kebutuhan setiap satuan pendidikan. Berdasarkan hasil pantauan satuan
pendidikan piloting pada tahun 2010, Pusat Kurikulum dan Perbukuan melakukan
revisi panduan tersebut dengan penekanan bahwa setiap sekolah dapat memilih nilai-nilai
tertentu sebagai prioritas. Penetapan prioritas dapat dimulai dari hal yang
sederhana, esensial, dan mudah dilakukan sesuai dengankondisi masing-masing
sekolah/wilayah. Hal-hal yang sederhana dan mudah dilakukan itu antara lain
dengan mewujudkan lingkungan yang bersih, rapih, nyaman, disiplin, dan sopan
santun. Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan karakter dianggap sangat penting
dalam keseluruhan proses pembelajaran di sekolah.
Pada tahun 2008, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama-sama satuan pendidikan telah
menghasilkan rumusan nilai-nilai luhur untuk membangun karakter
Antikorupsi.Pemikiran ini dihasilkan atas dasar asumsi bahwa terjadinya tindak pidana korupsi karena tidak konsistennya kita pada
nilai-nilai
kejujuran, disiplin, tanggung jawab, etos
kerja yang rendah, konsumtif/ingin selalu bermewah-mewah (hedonis), minta dilayani (tidak mandiri), dan mental menerabas. Semua ini akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak peduli, tindakan semena-mena, dan
berjiwa “pengecut” yang hanya mementingkan
jalan pintas. Oleh karena itu,
nilai-nilai Antikorupsi yang dikembangkan KPK terdiri atas 9 nilai. Kesembilan
nilai tersebut adalah:
Tabel: 9 Nilai Antikorupsi *)
Aspek
|
Nilai-Nilai Antikorupsi
|
Deskripsi
|
Nilai-Nilai Inti
|
Jujur
|
Selalu berbicara dan
berbuat sesuai dengan fakta, tidak melakukan perbuatan curang, tidak
berbohong, tidak mengakui milik orang lain sebagi miliknya, tidak melakukan
rekayasa dokumen, harga dan sebagainya
|
Disiplin
|
Berkomitmen untuk
selalu berperilaku konsisten dan berpegang teguh pada aturan yang ada
|
|
Tanggung Jawab
|
Selalu menyelesaikan
pekerjaan atau tugas-tugas yang diamanahkan dengan baik
|
|
Nilai Etos Kerja
|
Kerja Keras
|
Selalu berupaya
untuk menuntaskan suatu pekerjaan dengan hasil yang terbaik, menghindari
perilaku instan (jalan pintas) yang mengarah pada kecurangan
|
Sederhana
|
Selalu berpenampilan
apa adanya, tidak berlebihan, tidak pamer dan tidak ria
|
|
Mandiri
|
Selalu menuntaskan
pekerjaan tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain, tidak menyuruh-menyuru
atau menggunakan kewenangannya untuk menyuruh orang lain untuk sesuatu yang
mampu dikerjakan sendiri
|
|
Nilai Sikap
|
Adil
|
Selalu menghargai
perbedaan, tidak pilih kasih
|
Berani
|
Berani jujur, berani
menolak ajakan untuk berbuat curang, berani melaporkan adanya kecurangan,
berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab
|
|
Peduli
|
Menjaga diri dan
lingkungan agar tetap konsisten dengan aturan yang berlaku, selalu berusaha
untuk menjadi teladan dalam menegakkan disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab bersama
|
*)= Uraian lengkap tentang contoh indikator untuk
setiap nilai terdapat di lampiran
Enam di antara sembilan nilai antikorupsi beririsan
langsung dengan 18 nilai pendidikan karakter, yaitu: jujur, disiplin, tanggung
jawab, kerja keras, mandiri, dan peduli. Sedangkan tiga nilai yaitu: adil,
berani, dan sederhana secara implisit
menjadi indikator dari nilai-nilai religius, toleransi, demokratis, dan
peduli. Hal ini menguatkan bahwa
Pendidikan Antikorupsi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan
karakter. Ini juga berarti makin menguatkan bahwa pendidikan antikorupsi
bukanlah sesuatu yang baru sama sekali. Pendidikan antikorupsi sebagaimana
halnya pendidikan karakter tidak
terlepas dari nilai-nilai agama, falsafah pancasila dan kearifan-kearifan lokal
yang bersumber dari budaya-budaya yang tersebar di seluruh nusantara ini. Agama
merupakan sumber utama nilai-nilai pembentukkan kepribadian, seperti
nilai-nilai kejujuran, disiplin dan sebagainya.
Falsafah Pancasila juga memuat nilai-nilai kehidupan bersama mulai dari sila pertama sampai sila kelima.
Di samping itu, Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang bersahaja, penuh
kesantunan, kebersamaan. Beraneka ragam budaya yang ada di nusantara ini juga
memiliki berbagai kearifan lokal yang mampu mencegah orang untuk berbuat
hal-hal yang di luar norma atau aturan
yang berlaku.
Sasaran utama dari pendidikan Antikorupsi adalah
tumbuhnya budaya Antikorupsi (budaya integritas) di kalangan semua warga sekolah, sehingga
semua warga sekolah tersebut memiliki kesadaran yang tinggi untuk selalu bersikap
jujur, disiplin, tanggung jawab, kerjasama, sederhana, mandiri, adil, berani,
dan peduli terhadap penegakkan keteraturan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebagai bagian dari pendidikan karakter, pendidikan
antikorupsi merupakan bagian dari pembangunan kepribadian dari setiap individu. Upaya tersebut
merupakan hasil dari proses pendidikan dalam arti luas. Hasil pendidikan akanberujung pada
kompetensi berpikir, kompetensi bersikap, dan kompetensi bertindak. Atau menurut terminologi
taksonomi Bloom hasil pendidikan
meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Sasaran utama pendidikan anti koruspi adalah
pembentukkan budaya sekolah melalui 3
pilar, yaitu sistem manajemen
sekolah, pembelajaran, dan partisipasi publik.
Peran ketiga pilar tersebut dapat digambarkan melalui diagram berikut:
1.
Unsur-unsur Manajemen Sekolah
Penerapan manajemen berbasis
sekolah (MBS) merupakan implementasi kebijakan pemerintah tentang otonomi
daerah dan sentralisasi pendidikan. Tujuan utamanya adalah untuk memberdayakan
semua komponen warga sekolah dalam menciptakan penyelenggaraan manajemen yang
profesional, transparan, akuntabel, dan demokratis dalam rangka memberikan
pelayanan pendidikan yang bermutu. Empat
unsur yang terkait dengan manajemen, yaitu, pimpinan: kepala sekolah atau
pimpinan lain (Ketua Yayasan untuk sekolah swasta), pendidik, siswa, dan komite
sekolah, termasuk keluarga peserta didik.
a.
Pimpinan:
Kepala Sekolah dan Pimpinan Lainnya
Kepala sekolah adalah pendidik (guru) yang ditugaskan untuk menjadi
pemimpin sekaligus manajer satuan pendidikan. Dalam konteks ini, kepala sekolah
merupakan tokoh utama yang harus memberdayakan semua unsur warga sekolah,
yaitu: guru, siswa, dan komite sekolah,
termasuk orang tua dan masyarakat sekitar. Sebagai seorang pemimpin, maka
kepala sekolah harus memiliki kemampuan manajerial terutama untuk menyusun
program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan
proses belajar mengajar. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat memberi
keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah,
menentukan anggaran belanja sekolah, dan pembagian pelaksanaan tugas, menguasai
dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar
dan meningkatkan kualitas pendidikan.
b.
Guru (Pendidik)
Guru yang bertugas di sekolah harus memenuhi standar kompetensi secara utuh
sehingga dia mampu membimbing dan memberikan teladan kepada siswa, membangun
komunikasi secara baik sesama guru, peserta didik dan orang tua siswa, serta
masyarakat. Untuk merealisasikan itu, guru harus terbebas dari
perilaku-perilaku yang bertentangan dengan aturan yang berlaku. Guru harus
mampu bertindak jujur, disiplin, bertanggung jawab, adil, berani, peduli, serta
terbebas dari perilaku penjiplakan atau plagiat karya orang lain, memanipulasi
jumlah jam mengajar, dan tindakan curang
lainnya.
Fenomena yang menonjol di hampir setiap satuan pendidikan adalah guru
bekerja lebih banyak sebagai individu, bukan sebagai anggota suatu kelompok
masyarakat pendidik di satuan tersebut. Adanya MGMP bahkan menjadikan guru
semakin terpisah dari teman satu satuan dan lebih dekat dengan guru dari
sekolah lain yang aktif dalam MGMP secara profesional. Guru-guru dalam mata
pelajaran yang sama tidak bekerja-sama (kolaborasi) satu sama lain. Guru-guru
dalam mata pelajaran yang berbeda dalam satu satuan pendidikan menjadi
individu-individu yang berasingan secara profesional. Dalam kenyataannya
guru-guru tersebut membina peserta didik yang sama.
Kenyataan seperti di atas tidak terjadi pada sekolah-sekolah yang
dikategorikan baik. Lingkungan kerja mereka lebih kooperatif dan kolaboratif,
kepentingan peserta didik menjadi kepentingan bersama. Oleh karena itu satuan pendidikan yang
demikian lebih memiliki budaya sekolah yang baik dan mampu mengembangkan
potensi peserta didik lebih maksimum.
Kelompok guru di suatu satuan pendidikan harus bekerja sebagai sebuah tim
yang kompak, penuh semangat kolaboratif untuk secara bersama-sama dan dalam
upaya yang optimum mengembangkan potensi peserta didik. Guru pada setiap satuan
pendidikan harus membentuk suasana kerja dibawah bimbingan dan arahan kepala
sekolah. Semangat kolaboratif membangun komunitas pendidikan (community of
educators) dan bukan individu-individu yang melaksanakan tugas pembelajaran
secara eksklusif. Pengembangan RPP, pengembangan proses pembelajaran, penilaian
hasil belajar, sumber belajar dan evaluasi proses pembelajaran hanya dapat
dikembangkan dengan baik apabila ada kolaborasi antar guru sebagai anggota dari
kemunitas pendidikan.
Kurikulum 2013 yang mendasarkan diri kepada pengembangan sikap dan ketrampilan
memerlukan suasana dan kondisi kerja kolaboratif para guru. Pengembangan sikap
dan ketrampilan yang memerlukan keterkaitan horizontal dan vertical yang kuat
memerlukan kerjasama yang erat antara guru. Kolaborasi guru dalam kelas yang
sama akan memperkuat keterkaitan horizontal dan berdampak pada penguatan
penguasaan ketrampilan tertentu dan pengembangan sikap. Ketrampilan dalam
Pendekatan Pembelajaran Saintifik akan menjadi ketrampilan yang konsisten dan
kuat ketika setiap mata pelajaran dalam suatu kelas yang sama mengembangkannya
pada jenjang kesulitan yang sama. Ketrampilan mengamati, misalnya, menjadi
kemampuan yang mapan apabila pada setiap mata pelajaran pada tahun/kelas yang
sama mengembangkannya secara bersama sehingga mencapai kemampuan mengamati yang
mahir. Pada semester atau tahun berikutnya, kemampuan mengamati sudah dapat
lebih kompleks dan dikuasai secara baik ketika peserta didik melalui proses
pembelajaran yang dirancang untuk itu.
c.
Peserta Didik
Peserta didik adalah orang yang pertama terkena dampak
semua proses yang terjadi dalam dunia
pendidikan. Untuk itu, posisi peserta didik harus menjadi subyek dalam proses
pembelajaran sehingga semua kegiatan yang dilakukan di sekolah merupakan upaya
dalam memberikan layanan terbaik kepada setiap peserta didik. Peserta didik
sebagai pelaku pada setiap kegiatan sehingga memberikan ruang kepada mereka
untuk mengalami sendiri terhadap seluruh aktivitasnya.
d.
Keluarga
dan Komite Sekolah
Komponen keempat yang tidak kalah pentingnya dalam
menunjang keberhasilan penyelenggaraan manajemen sekolah adalah keluarga dan
komite sekolah. Keluarga peserta didik merupakan mitra bagi sekolah dalam upaya
membangun iklim pembelajaran dan manajemen yang sehat. Manajemen sekolah yang
sehat dapat dilihat dari keharmonisan hubungan antara semua komponen warga
sekolah terutama keluarga dan komite sekolah. Keluarga dan komite harus paham
nilai-nilai apa yang ditanamkan dan diberlakukan di sekolah agar tidak terjadi
“split” kepribadian anak, misalnya,
ketika di sekolah anak diajari kejujuran, maka keluarga di rumah juga harus
mendukung upaya itu, akan tetapi jika keluarga melakukan yang sebaliknya, maka
anak akan mengalami kebimbangan dan akan berpengaruh pada perkembanga jiwa/kepribadiannya.
2.
Indikator Manajemen Sekolah
yang Sehat
Berikut ciri-ciri atau indikator manajemen sekolah
yang sehat sehingga dapat terhindar dari
praktik tindakan atau perilaku korupsi.
Aspek
|
Contoh Indikator Manajemen Sekolah yang Sehat
|
Perencanaan
|
Memiliki visi, misi, dan tujuan yang realistis sebagai acuan dalam
penyusunan rencana strategis (Renstra) dan rencana aksi sekolah (RAS)
|
|
Memiliki perencanaan strategis dan
rencana aksi sekolah yang dijabarkan
menjadi program kerja jangka panjang, menengah, jangka pendek dan digunakan
sebagai dasar untuk menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS) tiap tahunnya.
|
|
Memiliki peraturan, tata tertib, dan kode etik yang mencakup semua
kegiatan di sekolah, baik yang berhubungan dengan penyelenggaraan manajemen
maupun hal-hal teknis pembelajaran
dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah
|
|
Memiliki dokumen kurikulum
(dokumen I dan II) yang implementatif dan mengacu pada visi, misi dan
tujuan yang diharapkan
|
Pengorganisasian, kepemimpinan, dan mekanisme kerja
|
Memiliki struktur oranisasi yang efisien dan efektif sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, serta didukung oleh sumber daya manusia yang
profesional di bidangnya
|
|
Memiliki uraian kerja yang rinci (job
description) untuk setiap jabatan dalam struktur organisasi
|
|
Setiap jabatan dalam struktur organisasi memiliki dokumen perencanaan
kerja, tata tertib, dan kode etik, serta instrumen monitoring/evaluasi untuk
mengukur ketercapaian program masing-masing
|
|
Masing-masing pemangku jabatan menyampaikan laporan secara berkala.
|
|
Memiliki sistem administrasi umum dan administrasi pelaporan kegiatan
yang dapat diakses setiap saat diperlukan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan
|
|
Memiliki pimpinan yang terbuka, aspiratif, dan senantiasa menerima
masukan-masukan dari semua warga sekolah dan pihak terkait.
|
|
Memiliki tim kerja teridiri dari kepala satuan pendidikan, pendidik,
tenaga kependidikan, perwakilan peserta didik, perwakilan orang tua/wali
peserta didik/komite sekolah untuk menyusun dan membahas program
|
|
Memiliki tim kerja yang solid dan konsisten menjalankan semua program
yang telah disepakati dan ditetapkan
|
|
Memiliki surat tugas dari pimpinan
|
|
Memiliki semua peraturan tentang pengadaan barang dan jasa sebagai acuan
dalam pelaksanaan kegiatan terkait dengan pengadaan di sekolah
|
Pelaksanaan dan Implementasi
|
Menyusun perencanaan, program kerja, rincian program kerja (job description), tata tertib, serta
kode etik pelaksanaan semua kegiatan untuk menghindari terjadinya
penyimpangan
|
|
Melakukan sosialisasi program kepada seluruh warga sekolah dan orang tua
peserta didik
|
|
Membentuk dan membangun organisasi yang profesional dengan menempatkan
orang sesuai dengan keahliannya
|
|
Semua pihak menjalankan tugasnya secara konsisten seuai dengan
perencanaan, aturan, tata tertib dan kode etik yang telah disepakati
|
|
Menyusun job/diskripsi tugas anggota tim kerja
|
|
Menyelengarakan rapat-rapat koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan
(persiapan-evaluasi)
|
|
Melaksanakan semua kegiatan sesuai dengan perencanaan, program kerja,
jadual, aturan, tata tertib, dan kode etik yang telah disepakati.
|
|
Pimpinan menyusun surat tugas untuk setiap kegiatan sesuai dengan
kedudukan dalam struktur organisasi kegiatan sekolah
|
|
Mensosialisasikan semua aturan tentang pengadaan barang dan jasa untuk
menghindarkan terjadinya penyimpangan prosedur, seperti penyuapan, pemerasan,
dan penggelembungan (mark-up) harga.
|
|
Melaksanakan atau menjalankan semua aturan proses pengadaan barang dan
jasa secara konsiten
|
|
Tidak melakukan pengadaan barang dan jasa di luar ketentuan yang berlaku,
misalnya pengadaan seragam, buku, dan sarana lainnya yang rentan terhadap perilaku korupsi,
suap, dan penggelembungan harga.
|
Pengelolaan sarana prasarana, keuangan, Katatusahaan, Kesiswaan
|
Memiliki perencanaan, pengadaan, dan perawatan sarana untuk mendukung
kelancaran pendidikan antikorupsi
|
Melaksanakan pengelolahan keuangan yang akuntabel dan transparan mengacu
pada PSAK 45 tentang tata cara laporan keuangan sekolah
|
|
Memiliki peralatan dan sumber daya manusia yang profesional dalam urusan
ketatusahaan agar semua urusan seperti
kepegawaian, kesiswaan dapat berjalan dengan lancar, transparan, dan
akuntabel
|
|
Pengawasan, supervisi, dan evaluasi
|
Memiliki sistem, program, dan isntrumen
pengawasan melekat dan pembinaan secara berkesinambungan
|
Memiliki sistem administrasi pelaporan pengawasan, supervisi dan evaluasi
|
|
|
Melakukan analisis hasil pemantauan/pengawasan
|
Akreditasi Sekolah
|
Memberikan data dan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya
|
|
Tidak merekayasa dokumen, sarana, dan perlengkapan laboratorium untuk
kepentingan akreditasi
|
Setifikasi Guru
|
Mengisi semua formulir sertifikasi sesuai dengan data yang sebenarnya
|
|
Melengkapi semua dokumen pendukung sesuai dengan aslinya
|
|
Tidak melakukan rekayasa dokumen untuk kepentingan sertifikasi
|
|
Tidak melakukan penjiplakan atau plagiat hasil karya orang lain
|
Tindak lanjut
|
Memberikan penghargaan dan sanksi secara obyektif, konsisten, dan berlaku
adil.
|
|
Memiliki sistem pembinaan karier yang jelas dan obyektif untuk
menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
|
|
Memberlakukan aturan secara adil dan bijaksana kepada semua warga sekolah
|
Dalam perspektif
pedagogis kurikulum menjadi “konstitusi” proses belajar mengajar. Hal ini
tercermin dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional sebagai berikut:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.Mengingat pentingnya kurikulum sebagai titik tolak
dari kegiatan belajar mengajar, urgensi
yang perlu mendapat perhatian dalam kurikulum adalah pada misi, tujuan, dan isi
dari setiap mata pelajaran yang diintegrasikan ke dalam suatu dokumen yang
disebut kurikulum. Oleh karena itu misi kurikulum berkaitan (congruence) dengan target sistem
pendidikan. Dengan demikian secara agregat isi dari kurikulum merupakan
strategi untuk mencapai misi kurikulum.
Pada tataran misi dan tujuan, kurikulum
memuat suatu arah makro tentang tujuan pendidikan.Oleh karena itu perumusan
tentang misi dan isi kurikulum tidak secara teknis berkaitan dengan mata
pelajaran, tetapi mempunyai kontekstual lingkungan kebijakan.Louisa
May Alcot (1832–88) kurikulum tidak secara spesifik merujuk pada
mata pelajaran. “Her curriculum was not
academic; it consisted of the complex art of learning to love and survive,
despite whatever troubles came her daughters’ way, especially her own absence.
(Palmer, 2001: 147).
Kurikulum tidak steril dari kejadian yang terjadi di luar ranah pendidikan.
Kondisi politik, sosial, dan perkembangan pergaulan internasional menjadi
pertimbangan dalam penentuan misi dan isi kurikulum. Di satu pihak, hal ini menjadikan penetapan misi dan isi
kurikulum menjadi complicated, di
lain pihak hal ini merupakan keharusan karena pendidikan mengantarkan manusia
untuk tidak berpola pikir sempit (narrow
minded). Manusia berpendidikan mempunyai kemampuan analitik terhadap
lingkungan sekitar. Dengan kemampuan analitik pemahaman mengapa suatu kejadian
dapat terjadi, bagaimana kejadiannya, dan dalam konteks apa kejadian tersebut
terjadi memberikan suatu wawasan kepada manusia terpelajar untuk beradaptasi
dengan lingkungannya. Dengan kemampuan analitik ini menjadikan setiap manusia
dalam menentukan keputusan yang menyeluruh (comprehensive
judgment) tentang kehidupan baik dalam dimensi harmonis maupun orientasi ke
depan. Pendidikan memang bukan merupakan dogma, tetapi suatu ajaran yang
diterima dan diadopsi berdasarkan nalar melalui suatu komunikasi argumentatif
antara pemberi dan penerima.Hasilnya penerima dapat menata ulang sistem
keyakinannya. Bagi pemberi informasi tentang suatu ajaran, komunikasi ini menjadi umpan balik bagi
pengayaan substansi ajaran dan perbaikan strategi penyampaian.
Misi, tujuan,
sampai dengan isi kurikulum berdasarkan pada argumentasi philosophy of experiential education memberikan pengalaman kognitif
sampai dengan pengalaman bertindak dalam realitas kehidupan sosial yang pasti
akan dialami oleh setiap peserta didik ketika mereka masih dalam bangku sekolah
sampai dengan mereka dewasa nanti. Aliran ini didasarkan pada argumentasi John
Dewey yang mengemukakan pendapat bahwa
pendidikan merupakan suatu proses untuk menjadi setiap peserta didik
mempunyai nalar sebagai dasar untuk bertindak. Hal ini dirumuskan oleh Itin
(1999: 92) sebagai berikut: “It was insufficient to simply know without
doing, and impossible to fully understand without doing”.
Misi, tujuan, dan isi kurikulum diharapkan juga memberikan indikasi
dan pedoman baik bagi guru sebagai sumber dari ajaran dan peserta didik sebagai
penerima ajaran untuk mentransformasi ke dalam pengalamanhidup. Proses
transformasimerupakan proses metaphoramateri pelajaran setiap mata pelajaran ke dalam suatu
pengalaman yang dapat menjadi suatu pre-requisite
dalam penentuan topik-topik pembelajaran dari setiap mata pelajaran yang dimuat
dalam kurikulum yang berlaku.
Sebagai refleksi sekaligus sebagai harapan tentang arah hasil pendidikan,
perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa hasil pendidikan tidak semata-mata pada
prestasi akademik. Ketika Howard Gardner memperkenalkan konsep emotional
quotient yang dikenal dengan singkatan
EQ pada era tahun 1980-an, maka berbagai
konsep sepertispritual quotient yang
dikemukakan oleh para ulama dan tokoh agama, serta financial quotient yang diusulkan oleh kalangan perbankan menjadi pusat perhatian dunia pendidikan. Baik spritual
maupun financial quotient pada
dasarnya mengkaitkan bagaimana kemampuan intelektual direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Orang yang mempunyai pemahaman yang baik di bidang
spiritual mempunyai cara yang lebih efektif dalam menjalan kehidupan beragama.
Agama tidak saja dianggap sebagai suatu ajaran untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan individu kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga sebagai sarana dan
dasar untuk membina hubungan antar manusia dalam berbagai aspek kehidupan
(sosial, ekonomi, dan politik).
Dalam konteks spiritual quotient agama tentu saja
tidak dianggap sebagai dogma, maka agama juga memberikan aspirasi dan pegangan
kepada setiap pemeluknya untuk menentukan orientasi ke depan. Perkembangan Bank
Syariah misalnya, merupakan contoh tentang bagaimana spritual quotient mendasari program perbankan.
Dalam konsep yang
berbeda, namun dengan arah yang
sama, financial quotient juga
merupakan strategi untuk mendekatkan kemampuan keuangan yang dipelajari di
lembaga pendidikan dengan perilaku efisien dan efektif dalam penggunaan uang.
Inisiatif ini telah dimulai oleh Bank Indonesia melalui program pendidikan
keuangan. Realisasi program ini adalah program “Ayo Menabung” dengan sasaran pada saat ini adalah
peserta didik jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) dari enam kota ibu kota
provinsi yaitu: Medan, Bandung,
Banjarmasin, Makassar, Surabaya, dan Semarang. Sasaran jangka panjang dari
program pendidikan keuangan tidak hanya menggalakkan anggota masyarakat untuk menabung
tetapi untuk menjadikan masyarakat yang tidak konsumtif. Implikasinya tidak
saja pada akumulasi dana yang tersedia pada tingkat individu, tetapi juga pada
tingkat negara. Mengadakan kantin kejujuran di sekolah juga merupakan hal
penting untuk melatih dan membangkitkan harga diri untuk selalu berlaku jujur
dan adil serta tidak korup.
Diberlakukannya
desentralisasi pendidikan melalui konsep “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)” mempunyai implikasi pendelegasian otonomi
pedagogis kepada guru. Dalam konteks ini pemerintah tidak menentukan kurikulum
yang berlaku di setiap sekolah.Mekanisme pemberlakukan kurikulum adalah dengan
menggunakan pendekatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan
pendekatan ini, sekolah yang
menentukan kurikulum yang akan digunakan oleh sekolahnya. Guru merupakan pihak yang paling
berwenang untuk menentukan kurikulum apa yang akan dipakai pada tingkat
sekolah. Peran kepala sekolah memfasilitasi bagaimana guru mengartikulasikan
kurikulum tersebut ke dalam strategi mengajar dan memberikan dukungan
manajerial kepada setiap guru yang mengajar di sekolah tersebut.Dalam hal ini
peran pemerintah (pusat) meliputi penetapan pedoman yang disebut standar
kompetensi lulusan dan standar isi; serta memberikan jaminan kualitas (quality assurance) bahwa setiap
kurikulum sekolah dapat menjamin mutu pelayanan pendidikan di setiap sekolah.
Dengan demikian, kurikulum merupakan bagian terpadu dari sistem manajemen sekolah yang terkait
dengan perencanaan semua kegiatan di sekolah, baik yang diselenggarakan melalui
proses pembelajaran maupun melalui pembiasaan dan budaya sekolah. Terkait dengan implementasi melalui
kurikulum, Pendidikan Antikorupsi (PAK) menjadi bagian atau salah satu bentuk
dari Pendidikan Karakter. Untuk itu, dalam menyiapkan dokumen kurikulum, setiap
satuan pendidikan perlu menyusun perencanaan dan pengembangan kurikulum melalui
tahapan sebagai berikut:
·
Membangun komitmen seluruh
warga sekolah, komite dan masyarakat sekitar untuk melaksanakan Pendidikan
Antikorupsi di sekolah;
·
Melakukan analisis konteks
untuk menetapkan sumber daya, dan sarana yang diperlukan, nilai-nilai dan
indikator yang dikembangkan serta prosedur penilaian keberhasilan;
·
Merumuskan visi, misi, tujuan
dalam menuju sekolah berbudaya Antikorupsi;
·
Menyusun Rencana Kerja Sekolah
(RKS) dan Rencana Aksi Sekolah (RAS);
·
Menyusun dokumen 1 dan dokumen 2 kurikulum yang
merefleksikan semua kegiatan yang dilakukan di sekolah yang mengarah pada
proses pembudayaan pendidikan karakter
dan antikorupsi;
·
Menjabarkan kalender
pendidikan yang memuat semua program dan kegiatan sekolah, baik kegiatan
pembelajaran, pembiasaan/pembudayaan melalui kegiatan-kegiatan ekstra
kurikuler, kegiatan mandiri, kegiatan spontan dan terprogram;
·
Evaluasi Diri Sekolah (EDS)
terhadap semua program-program yang diterapkan di sekolah.
C.
Langkah-Langkah Integrasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Penyusunan Dokumen
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Sebagai kurikulum operasional yang disusun dan
ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan bersama komite sekolah, KTSP
diharapkan dapat menjawab segala kebutuhan dan potensi sekolah yang
bersangkutan. Dalam hal penyelenggaraan pendidikan Antikorupsi, semua komponen dalam kurikulum harus saling terkait satu
sama lain. Kurikulum merupakan satu kesatuan yang utuh mulai dari pendahuluan, tujuan pendidikan, struktur dan
muatan kurikulum, dan kalender pendidikan.
1.
Merumuskan Pendahuluan
Bagian pendahuluan
memuat latar belakang atau
rasional yang diperoleh dari hasil analisis
hubungan antara kebijakan sebagai landasan penyusunan, prinsip-prinsip
penulisan kurikulum, dan acuan operasional
dengan kondisi nyata yang ada di satuan pendidikan yang bersangkutan.
Analisis tersebut dilakukan melalui berbagai strategi dan pendekatan, misalnya
analisis SWOT untuk mengkaji segala kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
yang dimiliki oleh sekolah yang bersangkutan.
Dengan demikian, kurikulum yang disusun betul-betul mengacu kepada
kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka memberikan layanan
prima kepada peserta didik. Rasional yang disusun dapat diarahkan ke
pembentukan karakter peserta didik yang
didalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan antikorupsi.
Analisis konteks akan memberikan gambaran
obyektif mengenai segala sesuatu tentang
sekolah yang bersangkutan, seperti
tentang kondisi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana prasarana, biaya, program-program, peluang dan tantangan yang ada di
masyarakat atau lingkungan sekitar, komite sekolah/dewan pendidikan, dinas
pendidikan, asosiasi profesi, dunia
industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial budaya.
2.
Menjabarkan Tujuan Pendidikan
Kesimpulan yang dirumuskan pada latar belakang atau
rasional menjadi dasar untuk merumuskan visi, misi, tujuan, strategi, dan
program-program sekolah secara menyeluruh. Dengan demikian, antara kebutuhan
dan upaya yang dilakukan disekolah menjadi sejalan, yaitu mempersiapkan peserta
didik yang cerdas, dan berakhlak mulia.
Rumusan visi, misi, tujuan, strategi dan program sekolah yang diperoleh
dari kesepakatan bersama semua warga sekolah tidak dan terlepas dari tujuan
pendidikan secara keseluruhan, tujuan jenjang pendidikan, dan tujuan untuk
setiap satuan pendidikan.
3.
Menjabarkan Struktur dan
Muatan Kurikulum
Struktur dan muatan kurikulum yang terdiri dari
mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri harus dijabarkan ke dalam
kegiatan-kegiatan operasional melalui
penghitungan beban belajar dan strategi pencapaian ketuntasan belajar. Semua jenis kegiatan baik melalui
pembelajaran semua mata pelajaran
(termasuk muatan lokal), dan
pengembangan diri, serta berbagai kegiatan sekolah lainnya perlu diuraikan
secara rinci sehingga nilai-nilai pendidikan antikorupsi dapat
dintegrasikan pada kegiatan-kegiatan
yang relevan. Semua ini bermuara pada
penginternalisasian nilai-nilai tersebut sehingga pada gilirannya akan menjadi
bagian kepribadian peserta didik. Peserta didik menjadi terbiasa yang
akhirnya menjadi budaya, yaitu budaya
antikorupsi.
4.
Menjabarkan Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun
kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender
pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.Kalender pendidikan memuat
keseluruhan kegiatan yang berlangsung di sekolah. Hal-hal yang
dilakukan di sekolah dalam rangka mendukung pembelajaran dan pengembangan diri,
serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pada saat pembelajaran tidak berlangsung, mulai dari proses awal penerimaan
peserta didik baru, pelaksanaan pembelajaran, pembudayaan melalui berbagai
pembiasaan seperti kegiatan pada masa jeda
di saat guru mengisi rapor dan
sebagainya. Semua kegiatan harus tergambar dalam kalender Pendidikan.
5.
Menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
Penyusunan silabus dan RPP mengacu kepada standar
proses dan panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Silabus dan
RPP merupakan perencanaan yang harus dipersiapkan guru sebelum pembelajaran
berlangsung. Dalam perencanaan tersebut sudah harus tergambar semua kegiatan
yang akan dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran nanti.
Penanaman nilai-nilai antikorupsi sangat mungkin
diintegrasikan melalui mata pelajaran
dengan memperhatikan keterkaitan secara langsung antara materi, kompetensi dasar, indikator dan kegiatan
pembelajaran, serta proses evaluasi
dengan penanaman nilai-nilai antikorupsi. Pengintegrasian dapat dilakukan pada saat
menjabarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi
indikator, dan/atau pada kolom pembelajaran,
dan/atau penilaian.
Alur Proses Integrasi
Nilai-nilai Antikorupsi dalam Penyusunan Kurikulum
Contoh Indikator Nilai Antikorupsi yang Diintegrasikan dalam
Dokumen Kurikulum
Komponen Kurikulum
|
Contoh Indikator
|
Latar belakang, tujuan pengembangan kurikulum, prinsip pengembangan
kurikulum
|
Memberikan penjelasan tentang latar belakang penyusunan kurikulum dengan
menyertakan landasan yuridis dan teoritis tentang pendidikan antikorupsi
|
Menyajikan data dan informasi hasil analisis konteks (landasan empiris)
|
|
Menyatakan secara eksplisit alasan mengapa perlu pengintegrasian
nilai-nilai antikorupsi di satuan pendidikan
|
|
Tujuan pendidikan, visi, misi sekolah, dan tujuan sekolah
|
Menggambarkan hubungan yang jelas dan sinkron antara tujuan pendidikan menurut
undang-undang, visi, misi, dan tujuan sekolah
|
Rumusan visi dan misi mengakomodasi
nilai-nilai antikorupsi
|
|
Struktur dan muatan kurikulum
|
Mengintegrasikan nilai-nilai antikorupsi dalam bahan ajar yang relevan
pada setiap mata pelajaran
|
Mengintegrasikan nilai-nilai Antikorupsi dalam mata pelajaran muatan
lokal dan pengembangan diri
|
|
Kalender pendidikan (kegiatan awal tahun pelajaran, kegiatan di sepanjang
tahun pelajaran, dan akhir tahun pelajaran)
|
Memuat program dan jadual kegiatan yang dilakukan pada saat awal tahun
pelajaran, misalnya, sosialisasi peraturan, tata tertib sekolah kepada
peserta didik baru
|
Pernyataan komitmen bersama antara semua warga sekolah untuk mentaati
semua aturan dan tata tertib sekolah
|
|
Pernyataan kontrak belajar antara pendidik dengan peserta didik dan
disampaikan kepada orang tua
|
|
|
Memuat semua program dan jadual kegiatan
yang dilakukan terkait dengan pembelajaran mata pelajaran seperti
kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan penugasan mandiri tidak
terstruktur
|
|
Memuat program dan jadual kegiatan
yang dilakukan melalui pembelajaran muatan lokal
|
|
Memuat program dan jadual kegiatan pengembangan diri yang dilakukan
melalui kegiatan pembiasaan, terprogram dan spontan, misalnya saat upacara
peringatan hari besar nasional dan peringatan hari bersejarah lainnya,
kegiatan pada saat peserta didik selesai melaksanakan ujian akhir semester,
dan kegiatan lain yang relevan
|
|
Memuat program dan jadual kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik pada
saat libur akhir semester dan libur akhir tahun pelajaran.
|
Silabus
|
Memuat komponen silabus secara lengkap
|
Melakukan analisis SK dan KD sebelum menjabarkannya ke indikator dan
pembelajaran
|
|
|
Mengintegrasikan dan/atau menambahkan nilai-nilai antikorupsi pada
materi, indikator, kegiatan pembelajaran, penilaian yang relevan
|
|
Menggambarkan skenario pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai
Antikorupsi sesuai dengan tututan SK dan KD (kegiatan pendahuluan, inti, dan
penutup)
|
|
Melampirkan instrumen penilaian yang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif,
psikomotor, dan afektif
|
RPP
|
Menguraikan secara lebih rinci tentang kegiatan yang harus dilakukan
dalam proses pembelajaran (kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup)
|
|
Menyiapkan atau melampirkan rubrik dan catatan anekdot (anecdotal record) penilaian sebagai dasar untuk memberikan
justifikasi terhadap perkembangan sikap dan perilaku peserta didik
|
|
Menyiapkan lembaran penilaian perilaku yang digunakan oleh guru pada saat
melakukan pengamatan terhadap kegiatan peserta didik baik secara mandiri
maupun kelompok, misalnya pada saat praktikum di laboratorium, diskusi, atau
tugas-tugas individu.
|
|
Menyiapkan strategi untuk mengantisipasi kecurangan yang mungkin
dilakukan oleh peserta didik baik pada saat mengerjakan tugas mandiri,
kelompok, maupun pada saat ulangan
|
|
Menyiapkan/melampirkan lembaran administrasi untuk mendokumentasikan
semua hasil-hasil penilaian terhadap perkembangan peserta didik
|
PENUTUP
Penanaman nilai-nilai karakter antikorupsi di sekolah
sangatlah penting mengingat sekolah adalah miniatur masyarakat masa depan. Dari
sekolah akan lahir para pemimpin, para pengusaha, pedagang, guru, pekerja, dan
semua lapisan masyarakat. Di samping itu, masa-masa sekolah adalah masa-masa
aktif pembangunan kepribadian. Untuk itu, selayaknya sekolah terus berbenah
diri dalam mempersiapkan generasi mendatang untuk semua lapisan masyarakat.
Untuk itu, penilaian keberhasilan sekolah dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sangat diperlukan. Penilaian tersebut penting
dilakukan baik secara internal melalui Evaluasi Diri Sekolah (EDS) maupun
secara eksternal oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah,
komite, dan masyarakat. Penilaian ini merupakan bagian dari sistem penjaminan
mutu pendidikan, yaitu proses dan sistem yang saling terkait untuk
mengumpulkan, menganalisa, dan melaporkan data mengenai kinerja dan mutu dari
tenaga kependidikan, program dan lembaga. Proses penjaminan mutu mengindentifikasi
bidang-bidang pencapaian dan prioritas untuk perbaikan, menyediakan data untuk
pembuatan keputusan berbasis bukti dan membantu membangun budaya perbaikan yang
berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan dikaji berdasarkan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Berikut beberapa sasaran penilaian sekolah:
·
Seberapa baikkah kinerja
sekolah?
Hal ini terkait dengan kriteria untuk perencanaan pengembangan sekolah dan
indikator yang relevan dari Sistem Pelayanan Minimum (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
·
Bagaimana kita dapat
mengetahui kinerja?
Hal ini terkait dengan bukti apa yang dimiliki sekolah untuk menunjukkan
pencapaiannya.
·
Bagaimana kita dapat
meningkatkan kinerja?
Dalam hal ini sekolah elaporkan dan menindaklanjuti apa yang telah
ditemukan sesuai pertanyaan di atas
perencanaan pengembangan sekolah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar